Loading...
INDONESIA
Penulis: Sabar Subekti 18:44 WIB | Senin, 16 Januari 2023

Sidang Pengadilan Kerusuhan Satdion Kanjuruhan Dimulai di PN Surabaya

Seorang petugas polisi berjaga di dalam ruang sidang sebelum persidangan di PN Surabaya, Jawa Timur, Senin, 16 Januari 2023. Pengadilan memulai persidangan hari Senin terhadap lima orang atas tuduhan kelalaian yang menyebabkan kematian 135 orang setelah polisi melepaskan tembakan gas air mata di dalam stadion sepak bola Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. (Foto: AP/Trisnadi)

SURABAYA, SATUHARAPAN.COM - Pengadilan Negeri Surabaya memulai persidangan pada Senin (16/1) terhadap lima tersangka atas tuduhan kelalaian yang menyebabkan kematian 135 orang setelah polisi menembakkan gas air mata di dalam stadion sepak bola Kanjuruhan, Malang, yang memicu kepanikan untuk keluar di mana banyak orang berjatuhan dan meninggal.

Lonjakan jumlah penonton yang mematikan pada 1 Oktober di kota Malang di Jawa Timur adalah salah satu bencana olah raga terburuk di dunia. Aparat kepolisian menembakkan gas air mata saat suporter membanjiri lapangan setelah Arema FC dikalahkan di pertandingan kandang untuk pertama kalinya dalam 23 tahun oleh rival Persebaya Surabaya.

Pertandingan di stadion Kanjuruhan hanya dihadiri oleh suporter Arema, karena penyelenggara telah melarang suporter Persebaya karena sejarah persaingan sepak bola kedua supporter yang penuh kekerasan.

Polisi menggambarkan invasi lapangan sebagai kerusuhan dan mengatakan dua petugas tewas, tetapi supporter yang selamat menuduh mereka bereaksi berlebihan. Video menunjukkan petugas menggunakan kekuatan, menendang dan memukul penonton dengan tongkat, dan mendorong penonton kembali ke tribun.

Setidaknya 11 petugas menembakkan gas air mata: delapan tabung ke tribun dan tiga ke lapangan, untuk mencegah lebih banyak penonton turun ke lapangan setelah pertandingan.

Tim investigasi yang dibentuk oleh Presiden Joko Widodo untuk menanggapi protes nasional atas kematian tersebut menyimpulkan bahwa gas air mata adalah penyebab utama banyaknya korban meninggal.

Dikatakan, polisi yang bertugas tidak mengetahui bahwa penggunaan gas air mata dilarang di stadion sepak bola dan menggunakannya "tanpa pandang bulu" di lapangan, di tribun, dan di luar stadion, menyebabkan lebih dari 42.000 penonton di dalam stadion berkapasitas 36.000 kursi itu berhamburan menuju  ke pintu keluar - beberapa di antaranya terkunci.

Itu adalah salah satu tragedi terkait sepak bola paling mematikan sejak tahun 1964 di Peru yang menewaskan lebih dari 300 orang.

Jaksa mendakwa kelima orang tersebut: tiga petugas polisi yang mengizinkan atau memerintahkan petugas untuk menggunakan gas air mata dan ketua Panitia Arema FC dan kepala keamanan. Mereka dituduh atas kelalaian kriminal yang menyebabkan kematian dan luka fisik, yang diancam hukuman hingga lima tahun penjara jika terbukti bersalah.

Pihak berwenang di Surabaya, ibu kota provinsi Jawa Timur, mengerahkan 1.600 pasukan keamanan pada hari Senin, termasuk polisi dan tentara, di dalam dan sekitar Pengadilan Negeri Surabaya, dan persidangan diadakan dari jarak jauh untuk meningkatkan keamanan.

Suporter Arema yang akrab disapa Aremania dilarang datang ke Surabaya selama persidangan untuk menghindari kemungkinan bentrok dengan suporter Persebaya.

Polri telah mencopot Kapolda Jawa Timur, dan Kapolres Malang, serta menskors sembilan petugas lainnya atas pelanggaran etika profesi sejak tragedi tersebut.

Tim pencari fakta yang terdiri dari pejabat pemerintah, pakar sepak bola dan keamanan, serta aktivis, juga menyimpulkan PSSI juga telah lalai dan mengabaikan aturan keselamatan dan keamanan. Mereka mendesak ketua dan komite eksekutif untuk mundur. (dengan AP)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home