Sidang Raya WCC: Tema Bukan Sekadar Doa, tetapi Pertanda Masa Depan
[BANGKOK] - Tema yang dipilih dalam Sidang Raya Gereja-gereja Sedunia (WCC) Oktober-November mendatang di Busan, Korea Selatan, digumuli dengan melampaui dari sekadar doa bagi gereja-gereja di Asia. Tema itu adalah "Tuhan Kehidupan: Tuntun Kami Menuju Keadilan dan Perdamaian." (God of Life, Lead Us to Justice and Peace) merupakan peringatan pada gereja dan pertanda tentang masa depan.
Sebanyak 49 perwakilan gereja di Asia telah bertemu pekan lalu di Bangkok, Thailand, untuk berbagai refleksi tentang tema tersebut. Dalam acara tersebut, seperti yang disiarkan WCC, Uskup Rehuel Norman O. Marigza dari United Church of Christ di Filipina, telah memperluas tema sehingga menjadi sebuah perjalanan yang aktif dalam iman, dan bukan hanya titik awal menuju keadilan dan perdamaian.
Dalam puisi yang ditulis dalam pertemuan itu, Marigza menyadari bahwa untuk membuat tema menjadi hidup, gereja juga harus dituntun dari situasi ketidakadilan dan tiadanya perdamaian untuk melakukan keadilan.
"Saya telah menulis puisi kecil ini," kata Marigza. Itu berarti bahwa tidak cukup kita hanya meminta Tuhan membawa kita ke keadilan dan perdamaian. "Tuhan Kehidupan, membawa kita dari ketidakadilan dan ketiadaan perdamaian untuk keadilan dan perdamaian," katanya.
Dalam puisi itu dia juga menyebutkan, "Janganlah membawa kami untuk melihat ketidakadilan di Asia dan di dunia ini, orang-orang melawan orang, orang melawan alam, struktur dan sistem yang tidak manusiawi dan merusak ciptaan."
"Tuhan kehidupan, membawa kita untuk melakukan keadilan dan perdamaian," katanya, mengawali bait ketiga puisi itu.
Puisi Marigza mencerminkan refleksi yang terjadi dalam pertemuan tersebut, di mana peserta dari gereja-gereja Asia berbicara panjang lebar tentang sukacita dan kegembiraan mereka setelah mengetahui bahwa tema tersebut menuju upaya menangani masalah keadilan dan perdamaian.
Forum tersebut menampilkan banyak pengalaman pribadi peserta dalam penindasan dan diskriminasi, dan tantangan yang dihadapi gereja-gereja dan masyarakat tentang ekonomi, kemiskinan, degradasi lingkungan dan kekerasan terhadap gereja-gereja.
Tema tersebut bukan hanya tentang gereja-gereja Asia, yang sebagian besar adalah masyarakat minoritas, tetapi bahwa keadilan dan perdamaian haruslah untuk semua: Kristen, Islam, Budha, mayoritas dan kelompok minoritas, pribumi, penduduk asli dan orang-orang pendatang.
Hadir dalam pertemuan tersebut dari Asia antara lain Myanmar, China, Pakistan, Sri Lanka dan Indonesia yang mewakili gereja dan dewan regional gereja. Peserta menggumuli tema keadilan dan perdamaian menjadi bukan sekadar sebagai doa, tetapi juga jawaban tentang doa tersebut. "Untuk mewujudkan keadilan dan perdamaian, kita tidak hanya berdoa, tapi juga mendukung dan melakukan dan bekerja untuk keselamatan secara total," tulis Marigza.
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...