Sikap dan Pribadi Anak Domba
Sang Guru tidak ingin para murid bersikap seperti benalu
SATUHARAPAN.COM – ”Setelah itu Tuhan menunjuk tujuh puluh murid yang lain, lalu mengutus mereka berdua-dua mendahului-Nya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya” (Luk. 10:1). Demikianlah catatan Lukas berkait dengan pemilihan dan pengutusan 70 murid. Dua belas orang murid memang banyak. Tetapi, jumlahnya tidak memadai lagi untuk memberitakan Kerajaan Allah.
Bisa dipahami, jika Yesus dengan serius berkata, ”Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan pemilik tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu” (Luk. 10:2).
Pekerja sedikit. Itulah kenyataan yang hendak dikemukakan Yesus. Tampaknya, Sang Guru dari Nazaret tak hanya bicara soal jumlah, tetapi dia juga bicara soal mutu. Dari pekerja yang sedikit itu memang tidak bisa dijamin bahwa semuanya sungguh berkualitas. Kualitas pekerjaan merupakan tolok ukur. Dan kualitas pekerjaan merupakan muara dari pribadi yang berkualitas.
Nah, pribadi berkualitas inilah—dengan bermodalkan sikap dan pribadi sebagai anak domba—yang akan sanggup diutus ke tengah-tengah serigala. Sikap seperti anak domba itulah yang mesti menjadi pegangan dalam setiap pengutusan; yaitu tidak menggantungkan diri pada apa pun, bahkan siapa pun juga, kecuali Bapa di surga. Mereka tidak boleh membawa dompet, kantong sedekah, dan sepatu cadangan (lih. Luk. 10:4).
Kebanyakan bawaan akan membuat mereka tidak fokus lagi dan disibukkan dengan barang-barang yang mereka bawa. Baik dompet, kantong sedekah, dan sepatu cadangan akan membuat mereka merasa ”aman” dan ”pasti”. Dan itulah yang tidak dikehendaki Sang Guru. Sebab, keamanan dan kepastian hidup sejatinya hanya mungkin diperoleh dari Bapa sendiri.
Nasihat untuk tidak memberi salam tentu tidak dimaksudkan untuk menanggalkan sikap ramah, kemungkinan dimaksudkan agar para murid tetap fokus pada tugas mereka (lih. Luk. 10:4). Misalnya, orang yang mereka berikan salam itu ternyata malah mengajak mereka mampir ke rumahnya, kemungkinan besar mereka tidak akan sampai di kota yang mereka tuju tepat waktu. Fokus pada pekerjaan akan membuat mereka mampu mengerjakan tugas dengan sebaik-baiknya. Dan itulah sikap anak domba, patuh terhadap perintah Sang Gembala.
Yang pasti, jika mereka diterima di sebuah kota, mereka semua harus memberikan yang terbaik bagi kota itu (lih. Luk. 10:8-10). Dengan kata lain, Sang Guru tidak ingin para murid bersikap seperti benalu. Sebagai anak-anak domba, mereka harus mau menjadi saluran berkat Sang Gembala bagi domba-domba lainnya. Sehingga semakin banyak orang yang merasakan berkat Tuhan.
Dan untuk semuanya itu, nasihat Paulus cukup tegas: ”Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri…” (Gal. 6:4). Menguji setiap pekerjaan akan membuat setiap pekerja semakin hari menjadi semakin baik, semakin efektif, dalam membagikan berkat Tuhan! Inilah sikap dan pribadi anak-anak domba Sang Gembala Agung.
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
Victor Wembanyama Buat Rekor Langka di NBA
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Victor Wembanyama kembali mencuri perhatian dunia basket dengan mencatatk...