Sikap Pribadi Bisa Menjadikan Seseorang Rentan Menjadi Korban Psikopat
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sifat kepribadian tertentu kemungkinan bisa menjadi pelaku kejahatan, sayangnya kepribadian tertentu juga bisa menjadi korban.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan Wheeler, Book dan Costello dari Brock University, individu yang terkait psikopat cenderung adalah individu yang memiliki sejarah viktimisasi (menipu, berbohong, melakukan kekerasan, menganiaya), sebagaimana yang dilaporkan dalam Psychology Today.
Dalam penelitian, partisipan 12 pelajar laki-laki diperiksa dengan video rekaman di mana individu berjalan dari belakang dan akan diberi nilai oleh peneliti kemudahan masing-masing individu bisa dirampok.
Mereka juga dilengkapi dengan laporan pribadi yang disebut Skala Psikopatik, yang mengukur sifat interpersonal dan afeksi (kasih sayang) dari partisipan, yang berhubungan juga dengan ketidakstabilan intrapersonal dan sifat antisosial seseorang.
Selanjutnya, mereka ditanya untuk merasionalkan secara verbal nilai diri mereka. Secara keseluruhan ditetapkan hubungan positif antara angka psikopat dan keakuratannya dari identifikasi korban.
Marisa Mauro, psikolog forensik yang tinggal di Austin, Texas, menuliskan dalam Psychology Today mengenai sifat psikopat meliputi manipulasi interpersonal, tidak berperasaan dan perilaku antisosial ditemukan.
Dia menemukan demonstrasi rasa percaya diri melalui bahasa tubuh, berbicara, mengekspresikan kasih sayang dari seorang psikopat, contohnya memberikan perlindungan. Hal ini juga dibenarkan oleh Wheeler, Book dan Costello, yang menemukan meningkatnya ketidakstabilan yang diperhitungkan melalui cara berjalan seseorang dikaitkan dengan viktimisasi.
Bicara mengenai cara berjalan, Mauro memberikan lima isyarat yang awalnya dilaporkan oleh Grayson dan Stein (1981). Mereka menyatakan, “Calon korban memiliki langkah lebih panjang atau lebih pendek, cara bergerak yang tidak simetris, sikap terhadap gerakan postur yang cenderung mengangkat kaki tinggi saat berjalan.”
Selain cara berjalan seseorang, individu bisa merancang sikap dengan maksud mengurangi potensi seorang individu menjadi korban. Caranya dengan meningkatkan kontak mata, mengurangi gerakan kecil dari tangan dan kaki (misalnya gugup, atau gemetar). Demikian juga dengan meningkatkan gerakan besar atau mengubah posisi sikap tubuh (misalnya tegakkan badan).
Secara pribadi, Mauro menemukan bahwa kontrol kesadaran dari perubahan ekspresi afeksi, khususnya melalui kontrol ketakutan, terkejut dan malu, juga kecepatan, nada suara dan kelancaran bicara, bisa mengurangi kemungkinan seseorang menjadi korban atau sasaran bullying (intimidasi/kekerasan fisik maupun mental).
Disarankan individu mempertahankan mentalnya, meliputi rasa percaya diri melalui bahasa tubuh yang dominan bahkan dalam situasi di mana mereka merasa aman sekalipun. Potensi pelaku mungkin melihat dari perubahan sinyal bahasa tubuh seseorang yang rentan menjadi korban dan melakukan tindak kejahatan atas persepsi terhadap lemahnya bahasa tubuh tersebut.
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...