Siklon Tropis Terkait El Nino Meningkat di Kepulauan Pasifik
LONDON , SATUHARAPAN.COM- Negara-negara kecil di kepulauan Pasifik akan terkena siklon tropis lebih sering, pada pola musim El Nino di masa yang akan datang, karena dampak perubahan iklim, menurut para ilmuwan pada Selasa (20/12).
El Nino adalah, pemanasan suhu permukaan laut di Pasifik yang terjadi setiap dua sampai tujuh tahun. Fenomena ini dapat memicu banjir dan kekeringan di berbagai belahan dunia.
Hal ini menjadi fase yang berlawanan, terjadinya pendinginan dikenal sebagai La Nina, dikaitkan dengan peningkatan probabilitas kondisi basah lebih banyak di Australia dan meningkatnya jumlah siklon tropis.
“Antara 2070 dan di akhir abad ini, Fiji, Vanuatu, Kepulauan Solomon, Kepulauan Marshall dan Hawaii, bisa menghadapi peningkatan frekuensi badai kuat selama El Nino hingga 40 persen,” kata ahli meteorologi Australia dalam sebuah penelitian.
Namun, siklon mungkin berkurang hingga 60 persen selama pola La Nina, menurut penelitian yang diterbitkan majalah Nature Climate Change.
Gelombang besar-besaran
“Siklon yang membawa angin dan dapat merusakan wilayah, dan hujan deras serta gelombang badai yang mungkin diperburuk oleh naiknya permukaan laut yang disebabkan oleh pemanasan global, menjadi ancaman yang serius bagi negara-negara di kepulauan Pasifik,” kata penulis.
"Badai dapat menyebabkan gelombang besar, dan menyebarkan jauh sampai pedalaman, dan menghancurkan struktur dan vegetasi jalan," kata Kevin Tory, dari Badan Meteorologi Australia.
"Genangan air laut yang asin dapat dapat merusak tanah, berdampak berkurangnya hasil pertanian," katanya.
Para peneliti mengatakan, bahwa dalam tiga dekade terakhir abad ini, permukaan air laut akan menjadi lebih panas dari biasanya di Pasifik Barat karena pemanasan global, menyebabkan lebih sering terjadinya siklon selama El Nino.
"Hasil ini menunjukkan aktivitas siklon tropis di wilayah ini akan menyebabkan iklim menjadi lebih hangat di masa depan," kata Savin Chand dari Federasi Universitas Australia.
El Nino, yang muncul pada tahun 2015 dan berakhir pada Mei tahun ini, mengakibatkan suhu laut naik ke tingkat tertinggi dalam 19 tahun.
Negara kecil di kepulauan pasifik sudah menderita dampak perubahan iklim, termasuk kenaikan air laut dan memburuknya cuaca ekstrim, dan telah mendorong keras berupaya agar dunia internasional lebih ambisius mengurangi emisi yang menyebabkan pemanasan suhu di bumi.
Kepulauan Marshall, Fiji dan Palau, adalah tiga negara pertama awal tahun ini yang meratifikasi Perjanjian Paris perubahan iklim untuk membatasi kenaikan suhu global "di bawah" 2 derajat Celcius. (voanews.com)
Editor : Eben E. Siadari
Tentara Ukraina Fokus Tahan Laju Rusia dan Bersiap Hadapi Ba...
KHARKIV-UKRAINA, SATUHARAPAN.COM-Keempat pesawat nirawak itu dirancang untuk membawa bom, tetapi seb...