Simfoni Indonesia di Panggung Art|Jog 10 - 2017
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Selama penyelenggaraan Art|Jog 10, panggung pertunjukan telah menjadi warna baru dengan tawaran-tawaran baru bagi penyelenggaraan pameran seni rupa: ruang apresiasi atas karya eksperimentasi dan eksplorasi seniman panggung.
Mulai dari eksperimentasi seniman teater Tony Broer, koreografer muda Kinanti Sekar Rahina, Komunitas Jazz Mben Senen, kelompok musik Rubah di Seletan, Kornchonk Chaos, hingga kolaborasi beberapa seniman-penyanyi semisal Tompi dengan Sruti Respati-Astri Kusumawardani. Panitia Art|Jog meliburkan panggungnya satu hari yakni Senin malam.
Senin (12/6) menjadi satu-satunya Senin malam dimana panggung Art|Jog 10-2017 diaktivasi dengan menampilkan pementasan ansembel-orkestra yang dimainkan oleh anak-anak Yogyakarta. Ansambel Anak Nusantara (AAN) pimpinan Dewi Kurniawati dengan jumlah anggota sebanyak 23 anak-remaja memainkan 13 repertoar baik instrumen lagu maupun mengiringi paduan suara dan solo vokal.
"Ini (kita tampil dengan) setengah tim. Kalau tampil penuh (full team) bisa sampai 50-an anak-remaja jumlah yang main." kata Dewi kepada satuharapan.com saat ditemui di sela-sela sound check Senin (12/6) siang di pelataran Jogja National Museum. Dewi menjelaskan dalam persiapan ada dua anak yang terpaksa mundur dari pementasan malam itu karena sakit flu yang tidak memungkinkan naik panggung.
Sejauh ini Ansambel Anak Nusantara kerap memainkan secara combo dengan alat musik modern lain: gitar elektrik, gitar bass, dan drum set. Jika dalam formasi penuh AAN bisa memainkan 24 anak pada biola, 10 anak pada gitar akustik, 5 anak pada cello, 5 anak-remaja pada alat musik tiup, selebihnya pada alat musik modern jelas Dewi.
"Kita masih fokus membawakan lagu-lagu daerah dari nusantara serta lagu anak-anak untuk mengenalkan kembali khasanah lagu daerah-anak yang ada di Indonesia, meskipun tidak menutup kemungkinan menggarap lagu-lagu anak dari manca negara." kata Dewi lebih lanjut.
Mengawali penampilannya, AAN membawakan repertoar "Bungong Jeumpa". Lagu daerah asal Aceh dengan nuansa musik melayu kental terasa dalam gesekan 13 biola. Delapan biola yang menjadi melodi dipadu dengan 5 biola terasa kuat menjadi warna khas AAN dalam berbagai pementasannya. Sebagai pembuka, lagu yang bertempo sedang namun cukup dinamis ini mampu membawa penonton dalam suasana sebuah orkestra. Membayangkan AAN secara full-team dengan cello, flute-saxon, dan combo drum set mungkin akan menjadi orkestra musik melayu yang menarik.
AAN menaikkan tensi pementasan dengan dua lagu dari Betawi yang dimainkan secara medley: "Ondel-ondel" dan "Sang Bango". Pada lagu "Ondel-ondel", gitaris Adi membuat eksperimen memainkan petikan gitar elektriknya dengan efek sound yang cukup menarik. Perpindahan lagu "Ondel-ondel" ke "Sang Bango" cukup halus sehingga tempo lagu Ondel-ondel yang tidak terlalu cepat ke lagu "Sang Bango" cukup mampu menaikkan tensi pementasan lebih dinamis
Mengiringi empat penampilan berikutnya, AAN mengiringi repertoar lagu tunggal maupun medley yang dibawakan paduan suara Sasana Adisvara. Kolaborasi ensembel musik dan paduan suara membawakan lagu-lagu daerah "Manuk Dadali", "Yamko Rambe", serta medley "Gundul-gundul Pacul, Suwe Ora Jamu, Cublak-cublak Suweng" dalam format ensembel-orkestra combo instrumen musik modern di tangan AAN terasa mewah terlebih pada lagu "Melati Suci" karangan Guruh Soekarnoputra yang memang komposisinya diciptakan untuk pementasan sebuah orkestra.
Pada repertoar lagu "Tanah Airku" karya Ibu Sud, Dwipa Hanggana sedikit mengubah penyajian repertoar, mengganti permainan solo biola sebagai melodi dengan solo vokal oleh Nadine Nabila. Pada interlude lagu, delapan pemain biola sempat menunjukkan teknik pizzicato sebuah teknik memetik senar biola untuk memunculkan efek nada yang lain.
Ciri khas AAN terasa sekali saat memainkan repertoar lagu-lagu nusantara dan lagu anak. Pada repertoar "Rek Ayo Rek" dalam bentuk langgam orkestra, lagi-lagi Adi melakukan eksperimen gitar elektriknya dengan efek sound, sementara pada repertoar "Jaranan", delapan pemain biola anak-remaja kembali menunjukkan teknik pizzicato menyerupai petikan siter.
Sepanjang pementasan, "Jaranan" menjadi repertoar yang paling menarik, dimana banyak ruang bagi AAN melakukan improvisasi selama repertoar. Bahkan, mungkin repertoar "Jaranan" bisa dibuat menjadi aransemen-komposisi yang lebih panjang. Dalam repertoar "Jaranan" nada pentatonik-diatonik yang keluar dari instrumen ensembel maupun instrumen modern dapat beriringian secara rapi tanpa saling mendominasi satu sama lain. Repertoar "Jaranan" menjadi repertoar paling jazzy malam itu.
Pada repertoar lainnya, AAN mengiringi paduan suara Sasana Adisvara untuk lagu "Ambilkan Bulan", "Rame-rame", "Garuda Muda" serta mengakhiri pementasan dengan lagu "Rasa Sayange".
Seluruh repertoar diaransemen oleh Dwipa Hanggana Prabawa yang sekaligus bertindak sebagai conductor pementasan malam itu.
Perupa Yuswantoro Adi yang turut menyaksikan pementasan AAN di panggung Art|Jog 2017 kepada satuharapan.com mengatakan bahwa sebagai sebuah pertunjukan, secara kualitas penampilan AAN sudah cukup bagus, hanya kedepannya mungkin perlu dikemas lebih rapi dengan memberikan sentuhan narasi sepanjang pementasan sehingga pesan-pesan selama pertunjukan tidak sebatas menghibur tapi ada unsur edukasi untuk masyarakat melalui anak-anak atau edukasi untuk anak bahwa mereka mencintai kesenian dapat tersampaikan ke penonton.
Di panggung Art|Jog 2017, Ansambel Anak Nusantara menjadi satu-satunya penampil anak-anak diantara penampil-penampil senior bahkan penampil yang sudah punya nama di level nasional. Dengan rangkaian repertoar yang dibawakan hingga lagu terakhir termasuk "Tanah Airku", AAN mencoba mengabarkan tentang keragaman seni-budaya dalam sebuah rumah bersama bernama: Indonesia.
"Tanahku tak kulupakan|engkau kubanggakan."
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...