Singapura akan Tandatangani Penghapusan Diskriminasi
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – Singapura menandatangani Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial (International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination, ICERD) pada Senin (19/10) di New York, Amerika Serikat dan diharapkan untuk menghilangkan diskriminasi yang berdasar ras, warna kulit, keturunan pada 2017.
ICERD adalah Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang mengutuk diskriminasi rasial berdasarkan ras, warna kulit, keturunan, kebangsaan atau asal etnis, dan menyerukan kepada negara-negara untuk mengejar kebijakan untuk menghapuskan diskriminasi rasial dalam segala bentuk.
“Singapura berkomitmen untuk melestarikan masyarakat multiras di mana setiap orang adalah sama, tanpa memandang ras, bahasa atau agama,” kata Menteri Kebudayaan, Komunitas dan Pemuda Grace Fu dalam sebuah pernyataan, hari Senin (19/10).
“Ingatan sejarah membawa kita semua ke masa kerusuhan berdasarkan kepada rasial di awal Singapura merdeka, kami terus mengupayakan masyarakat bebas dari rasisme dan diskriminasi rasial,” lanjut Grace.
Singapura menegaskan niatnya untuk mempertimbangkan mengaksesi ICERD di 2011. Kementerian mengatakan pemerintah akan bekerja semakin menuju ratifikasi ICERD pada 2017, dan akan bekerja dengan para pemangku kepentingan kami, termasuk melalui konsultasi publik, untuk memenuhi kewajiban kami.
Grace mengatakan selama 50 tahun terakhir pihaknya membangun Singapura tanpa memandang ras, bahasa atau agama.
“Penandatanganan ICERD lanjut berarti menetapkan komitmen kami untuk tujuan ini, untuk tegas menunjukkan bahwa diskriminasi rasial tidak memiliki tempat di Singapura,” kata Grace.
Kasus Rasial Singapura
Singapura pernah memiliki sejarah kelam yang berkaitan dengan perbedaan warna kulit atau yang biasa dikenal dengan insiden 13 Mei yakni istilah untuk kerusuhan rasial antara etnis Tionghoa dan orang Melayu yang terjadi di Kuala Lumpur, Malaysia pada 13 Mei 1969 yang menyebabkan sedikitnya 184 orang meninggal.
Kerusuhan disebabkan pada 1963, Malaysia menderita akibat ketimpangan kekayaan antara golongan keturunan Tionghoa yang umumnya pedagang, yang menguasai sebagian besar ekonomi Malaysia, dengan golongan miskin, penduduk Melayu. Selain itu, orang Tionghoa juga menguasai sebagian besar kekayaan negara. (channelnewsasia.com/ wikipedia.org).
Editor : Bayu Probo
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...