Singapura Bantah Tuduhan Dua Pejabat Polri
SINGAPURA, SATUHARAPAN.COM - Singapura membantah tuduhan dua pejabat Polri yang banyak dikutip oleh surat kabar domestik yang menuduh Singapura enggan menjalin kerja sama ekstradisi dan permintaan bantuan hukum timbal balik kedua negara.
Dalam sebuah pernyataan pada hari Minggu (02/04) Kementerian Luar Negeri Singapura (MFA) mengatakan Indonesia dan negara jiran itu saat inimenikmati kerjasama bilateral yang baik dalam penegakan hukum dan dalam menangani masalah pidana.
Baca Juga |
MFA menanggapi beberapa laporan berita domestik yang mengutip pernyataan Kadivhubinter (Kepala Divisi Hubungan Internasional) Polri, Inspektur Jenderal Saiful Maltha, yang mengatakan bahwa Indonesia telah mengirimkan draft perjanjian ekstradisi kepada Singapura, tetapi tidak menerima balasan.
Inspektur Jenderal Saiful mengatakan hal itu kepada wartawan pada hari Kamis (30/03) saat membicarakan investigasi terhadap Honggo Wendratno, pendiri PT Trans Pacific Petrochemical Indotama.
Honggo terlibat dalam kasus dugaan korupsi pada 2010 dan pemerintah Indonesia percaya dia bersembunyi di Singapura.
Laporan media domestik juga mengutip Sekretaris National Central Berau (NCB) Interpol Polri, Brigjen Naufal Yahya, yang mengatakan bahwa "Singapore hidup di atas investasi. Jika tersangka tidak berinvestasi di sana, dia pasti sudah diusir dengan dalih tinggal melewati waktu."
Seorang juru bicara MFA mengatakan komentar ini adalah tidak benar dan mengganggu.
"Komentar tersebut juga tidak mencerminkan kerja sama yang baik antara kedua lembaga penegak hukum, terutama karena (komentar) berasal dari dua pejabat senior," tambah juru bicara itu.
MFA mengatakan Singapura telah jelas menyatakan fakta masalah itu pada berbagai kesempatan.
"Singapura dan Indonesia menandatangani Perjanjian Ekstradisi dan Perjanjian Kerjasama Pertahanan sebagai sebuah paket pada bulan April 2007 di Bali. Penandatanganan paket disaksikan oleh presiden RI saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Lee Hsien Loong. Kedua perjanjian masih tertunda ratifikasinya oleh Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR). Singapura siap untuk melanjutkan kedua perjanjian itu setelah Indonesia siap untuk melakukannya," kata juru bicara MFA.
MFA menambahkan bahwa Singapura telah memberikan bantuan kepada Indonesia atas permintaan bantuan hukum timbal balik, dan berharap menerima kerjasama serupa dari Indonesia.
Tahun lalu, Singapura mendeportasi dua orang Indonesia atas permintaan Jakarta terkait dugaan kasus korupsi. Mantan Ketua Umum PSSI, La Nyalla Mattalitti, dikirim kembali pada bulan Juni, dan dua bulan sebelumnya, pengusaha Indonesia Hartman Aluwi juga dipulangkan dari Singapura. (channelnewsasia.com)
Editor : Eben E. Siadari
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...