Sinode GKJ Mendampingi, Membekali Sekaligus Mengutus Caleg Asal GKJ
SALATIGA, SATUHARAPAN.COM – Sinode Gereja-gereja Kristen Jawa (GKJ) mengumpulkan seluruh caleg (Calon Legislatif) warga GKJ untuk didampingi, dibekali, dan sekaligus diutus. Para caleg diharapkan memahami konteks politik Indonesia dari sudut pandang GKJ.
Walaupun acara yang diselenggarakan di Wisma Kasih Kantor Sinode GKJ, Jl Sumardi No. 8 & 10, Salatiga 50711 ini ditujukan kepada warga GKJ, kenyataannya, menurut Sekum Sinode XXVI Pdt. Simon Julianto, STh, MSi siapa saja yang mau berkumpul akan di terima. “Ide dasarnya, Bapelsin (Badan Pelaksana Sinode) menghimpun caleg yang dari GKJ, namun jika ada yang berminat, dan berkenan hadir, sinode akan sangat bersyukur,” kata Pdt Simon Juliyanto.
Acara pada 14 dan 15 Februari ini merupakan pembekalan tahap kedua. Diikuti 40 peserta, dari total caleg yang terdaftar ada 64 orang. Pada tahap 1, Juli tahun lalu, pembekalan diikuti oleh 35 peserta. Bertema “Peran GKJ dalam Kehidupan Bernegara”. Seperti kegiatan tahap satu, dasar pemikiran dari acara ini nas Alkitab di Yeremia 29:7, “Usahakanlah kesejahteraan kota kemana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu”.
Dalam acara yang berlangsung dua hari ini, dibuka dengan ibadah. Ketua Umum Bapelsin XXVI GKJ, Pdt. Andreas Untung Wiyono mensugesti para peserta untuk menumbuhkan sikap pemenang namun tanpa takabur. Dan menjadi pemenang dalam kontes politik itu harus dengan cara yang kristiani.
Sementara dalam acara refleksi, orientasi program, perkenalan dan sesi satu tentang parade buah pengutusan, Pdt. Retno Ratih Suryaning Handayani mengajak peserta untuk mengingat apa yang telah didapatkan setelah mendapat pembekalan tahap 1, dan kembali mengajak peserta untuk memahami konsep politik menurut GKJ. Peserta juga diberi kesempatan untuk berbagi pengalaman, terkait dengan kontribusi gereja di dalam mendampingi caleg yang mana ia berasal.
Ada yang mengutarakan dukungan maksimal, namun banyak juga yang mendapatkan sambutan kurang baik, seolah para Pendeta GKJ kurang begitu setuju dengan dunia perpolitikan di Indonesia.
Pada sesi dua, Pdt. Paulus Sugeng Wijaya, PhD, mengajak peserta untuk mengingat kembali cara Yesus berpolitik. Bahwa di dalam kondisi politik yang karut-marut, korupsi, konflik antarkelompok, Yesus dengan setia menjalani hidup dengan sempurna.
Dalam sebuah wawancara, seorang peserta mengatakan atau lebih tepatnya bertanya, ”Pak, apa mungkin kita yang berdosa ini meneladani Yesus yang jelas-jelas tanpa dosa?” Pdt. Paulus menjawab, “Ini yang sering terjadi, alasan ketidakmauan meneladani dengan menempatkan Yesus yang sempurna. Apa yang tidak bias kita teladani dari Yesus? Saya pikir kita bisa meniru gaya politik Yesus meskipun dalam perspektif yang manusiawi”. Pdt. Paulus juga mengapresiasi sinode GKJ yang proaktif mengumpulkan para warga gereja yang caleg, ketika ada beberapa warga gereja yang mencalonkan diri menjadi legislatif namun gereja diam saja.
Sesi tiga dan empat, dipandu oleh Dr. Agus Brotosusilo, SH, MA menyoroti perihal perkembangan politik di Indonesia dalam bingkai wawasan kemerdekaan dan cita-cita kemerdekaan Indonesia dan keberadaan Pemilihan Umum sebagai pesta demokrasi atau hanya sekadar kontestasi.
Gereja semestinya sadar bahwa tanggung jawab moral material adalah sesuatu yang harus dilaksanakan karena itu merupakan tugas yang suci. Pada sesi lima, Dayusman Junus, dari KPU mengajak semua peserta untuk mengawal suara rakyat, mengupayakan kedewasaan semua unsure masyarakat dengan tidak mempermasalahkan jumlah suara, karena memang sudah dihitung oleh komisi yang berwenang. Menurut Dayusman, senada dengan Dr. Agus, suara rakyat adalah suara suci yang harus dikawal hingga sampai muaranya.
Dua sesi berikutnya, sesi enam dan tujuh, dengan fasilitator Christianto Wibisono, mengajak peserta untuk bersama-sama melawan golput (sikap tidak mau menggunakan hak pilih dalam pemilu) dan semangat Pragmatisme. Realita masyarakat Indonesia saat ini yang hanya berpikir, siapa yang memberi uang, dialah yang akan dicoblos haruslah dilawan. Sesi tujuh, Christianto mengajak peserta sadar bahwa konstelasi ekonomi global dan politik di Indonesia terkait langsung dengan ASEAN, sehingga, dengan demikian harus dimengerti dan disadari bersama.
Seperti tradisi Sinode GKJ dalam beberapa waktu terakhir, penutupan acara ini dengan ibadah dan perjamuan kudus. Ibadah penutupan ini dipimpin oleh Pdt. Kristriyanto, dari GKJ Kismorejo, Karanganyar.
Sindikat Uang Palsu di UIN Alauddin Makassar, Operasi Mulai ...
MAKASSAR, SATUHARAPAN.COM-Sindikat uang palsu di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar te...