Sistem Zonasi Penataan Reformasi Sekolah
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy, mengatakan sistem zonasi merupakan penataan reformasi sekolah mulai dari TK sampai SMA.
"Sistem zonasi merupakan landasan pokok penataan reformasi sekolah secara keseluruhan mulai dari Taman Kanak-kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA)," kata Muhadjir Effendy dalam acara buka bersama Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Jakarta, Rabu (23/5).
Melalui sistem zonasi tersebut, bisa diperkirakan berapa lulusan untuk masing-masing jenjang pendidikan.
Sistem zonasi ini membuat seluruh jenjang sekolah, dari tingkat TK sampai SMA, di kawasan yang sama akan berada pada satu zona. Peserta didik di suatu zona hanya bisa melanjutkan jenjang sekolah berikutnya di zona yang sama.
Aturan zonasi ini, menurut Muhadjir, memberi beberapa keuntungan bagi percepatan perbaikan sistem pendidikan. Pertama, dinas terkait bisa memprediksi jumlah peserta didik baru di zona tersebut tahun depan.
Hal ini bisa diketahui dengan melihat jumlah peserta didik di bangku kelas 6 SD pada zona tersebut. Begitu juga dengan jumlah peserta didik di SMA dan SMK, yang dilakukan dengan melihat jumlah peserta didik kelas 9 SMP.
"Dengan sistem ini, bisa dibuat perhitungan jumlah kekurangan guru pada zona itu. Lalu bagaimana memenuhinya. Bisa tahu jumlah kelas yang dibutuhkan, dan seterusnya," kata Mendikbud.
Dia memberi contoh misalnya untuk jenjang SMP di daerah itu yang lulus sebanyak 300 siswa, namun yang masuk ke SMA itu hanya 200 siswa.
"Nah, sekolah bisa mencari kemana 100 siswa lainnya. Jadi nanti sekolah memiliki inisiatif untuk mencari siswa yang tidak sekolah, sehingga wajib belajar 12 tahun bisa dimanfaatkan," kata dia.
Dengan adanya sistem zonasi tersebut, afirmasi yang diberikan adalah dari sekolah maju membina sekolah yang belum maju. Dengan sistem itu pula, ke depan tidak ada lagi sekolah favorit.
Untuk sekolah swasta juga didorong untuk memiliki kualitas yang lebih bagus dari sekolah negeri. Sehingga jika masyarakat tidak puas dengan pelayanan di sekolah negeri, bisa mencari alternatif di sekolah swasta.
"Misalnya di sekolah publik, pelajaran agamanya kurang maka masyarakat bisa menyekolahkan anaknya di sekolah swasta yang berbasiskan agama. Begitu juga jika anaknya berbakat seni, masyarakat bisa menyekolahkan anak ke sekolah swasta yang bagus pelajaran seninya," kata dia.
Sistem zonasi, sebelumnya telah diatur lewat Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2017, tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama,Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, atau Bentuk Lain yang Sederajat.
Dalam peraturan itu, setiap sekolah harus menerima peserta didik yang berasal dari wilayah sekitar sekolah tersebut, setidaknya 90 persen dari peserta didik baru yang diterima. Asal wilayah dilihat dari data Kartu Keluarga.
Dalam kesempatan itu, dia juga menjelaskan bahwa soal-soal berbasiskan "High Order Thinking Skills" (HOTS), merupakan suatu keharusan agar siswa mempunyai keterampilan abad 21.
Keterampilan abad 21 tersebut yakni, komunikasi, kolaborasi, kemampuan berpikir kritis dan menyelesaikan masalah, serta kreatif dan inovasi. (antaranews.com/cnnindonesia.com)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...