Situs Warisan Adat Warga Aborigin Dirusak dengan Pemutih
CANBERRA, SATUHARAPAN.COM - Penjaga situs bersejarah warga Aborigin di Canberra mengingatkan warga untuk memelihara situs warisan Adat di sekitar mereka. Imbauan ini disampaikan menyusul temuan rusaknya salah satu situs warisan adat warga Aborigin berupa batu ceruk penggilingan kuno yang digosok dengan pemutih.
Di Canberra terdapat lebih dari 3.500 situs warisan adat, tetapi pihak berwenang tidak mempublikasikan keberadaan sebagian besar situs lantaran isu sensitivitas daerah.
Daftar situs warisan adat warga Aborigin itu banyak yang terletak di atau dekat dengan pemukiman warga di pinggiran kota.
Salah satu situs warisan adat yang cukup dikenal dan terletak di pinggiran wilayah Theodore di selatan Canberra adalah sebuah ceruk penggilingan tua yang berusia ribuan tahun.
Ceruk batu yang dulunya selama ratusan tahun digunakan warga Aborigin pada zaman dahulu untuk membuat kapak dan tombak itu terletak hanya beberapa meter saja dari rumah warga.
Bulan lalu, Layanan Wilayah dan Teritori (TAMS) menemukan ceruk batu itu telah rusak, tampaknya benda cagar budaya itu telah digosok dengan menggunakan pemutih oleh seseorang.
Penjaga kawasan dari TAMS, Adrian Brown, yang juga seorang penjaga dari suku Ngunnawal, mengatakan insiden tersebut mungkin bukan bentuk vandalisme melainkan hanya upaya naif dalam melestarikan situs bersejarah tersebut.
"Seseorang pasti datang ke situs itu dan berusaha untuk membersihkannya tapi ketika melakukannya mereka justru malah menghancurkan integritas dari situs budaya itu,” kata Brown.
"Sangat penting untuk mengingatkan diri kita bahwa kita berada di tanah suci, dan bahwa ini adalah tempat orang-orang Ngunnawal, dan kami benar-benar bekerja keras untuk mempertahankan nilai-nilai budaya kita, dan juga integritas budaya kami."
Menurut Brown kerusakan pada ceruk batu penggilingan itu tidak akan bersifat permanen, namun kejadian ini mengingatkan semua warga Canberra untuk mengurus situs adat di sekitar mereka yang sensitif.
"Kami ingin memastikan bahwa generasi masa depan kita bisa datang dan menikmati serta berbagi pengetahuan budaya dan pengalaman dari lanskap lokal yang kita miliki."
Banyak situs warisan adat di Canberra secara harfiah berada di pagar belakang rumah-rumah di pinggiran kota. Status warisan adat memaksa para pembangun rumah untuk membangun disekitar situs adat tersebut.
Di Canberra juga tersebar pohon dengan bekas luka pahatan warga Aborigin yang juga masuk dalam daftar situs warisan adat.
Brown mengatakan pohon-pohon adat ini sering pergi tidak diketahui oleh penduduk setempat bahkan ketika mereka tinggal tepat di sebelah pohon tersebut.
"Anda akan menemukan cukup banyak [pohon dengan bekas luka pahatan atau coretan yang tersebar di mana-mana," kata Brown.
Meskipun ada lebih dari 3.500 situs warisan adat di ACT, namun keberadaan mereka tidak diumumkan secara terbuka ke publik, karena takut menarik perhatian warga dan justru akan semakin membahayakan kelestarian situs adat tersebut.
Brown mengatakan langkah itu dilakukan untuk menekan seminimal mungkin gangguan terhadap situs adat tersebut.
"Kita tahu bahwa ada orang-orang yang berkeinginan untuk mengambil artefak dan mengumpulkan serta mengambilnya dan kami menemukan ada banyak artefak di situs-situs adat itu semacam itu,” katanya.
Sebagai contoh, ACT memiliki delapan situs batu kuno yang ditemukan dikawasan tersebut, tapi hanya satu saja yang lokasinya diumumkan secara terbuka ke publik.
"Situs adat batu cadas itu begitu sakral dan sangat sensitif. Kami hanya mengumumkan situs seni batu kuni di Yankee Hat kepada oublik dan itu adalah situs yang sangat baik untuk dikunjungi dan dilihat publik," katanya. (australiaplus.com)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Wapres Lihat Bayi Bernama Gibran di Pengungsian Erupsi Lewot...
FLORES TIMUR, SATUHARAPAN.COM - Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka mengunjungi seorang b...