Smartphone Tinggalkan Jejak Rusak pada Lingkungan
BARCELONA, SATUHARAPAN.COM – Laporan Greenpeace Amerika Serikat (AS) menyebutkan produksi dan sampah ponsel pintar (smartphone) selama 10 tahun terakhir terbukti telah menghasilkan dampak besar pada planet ini. Laporan itu menunjukkan sekitar 968 Terawatt-hour (TWh) telah digunakan untuk memproduksi smartphone sejak tahun 2007, hampir setara dengan suplai listrik untuk India selama setahun, dan perangkat ini berkontribusi secara signifikan kepada 50 juta metrik ton sampah elektronik (e-waste) yang ditaksir bisa terjadi pada 2017.
Laporan ini dirilis berbarengan dengan aksi aktivis Greenpeace Spanyol, yang berusaha membentangkan spanduk di gedung tempat di mana Samsung sedang mengadakan konferensi pers dalam acara Mobile World Congress di Barcelona dengan pesan Reuse, Recycle, Rethink, pada Senin (27/2).
Para aktivis menuntut Samsung untuk menggunakan kembali dan mendaur ulang 4,3 juta Galaxy Note7, yang ditarik pada tahun 2016 menyusul adanya laporan bahwa perangkat tersebut meledak atau terbakar.
“Apa yang telah terjadi dengan penarikan Samsung Galaxy Note7 adalah indikasi dari sebuah sistem yang boros dan tidak berkelanjutan. Desain dan siklus produksi yang terburu-buru bisa mengarah pada kesalahan yang sia-sia, dan belum lagi dampaknya terhadap planet kita,” kata Jude Lee, juru kampanye Global Senior di Greenpeace East Asia, yang dilansir situs greenpeace.org.
“Samsung masih belum memberikan rencana yang jelas untuk 4,3 juta unit ponselnya yang telah ditarik. Jika Samsung serius tidak akan mengulangi kesalahan lagi, maka ini akan mengarahkan sektor IT ke sebuah sistem di mana telepon bisa dengan mudah diperbaiki, digunakan kembali, dan didaur ulang.”
Laporan Greenpeace AS, "Dari Cerdas Menjadi Tidak Berguna: Dampak Global dari 10 Tahun Ponsel Pintar", memperlihatkan fakta bahwa telah terjadi peningkatan penggunaan smartphone di dunia sejak peluncuran iPhone pertama pada tahun 2007, dan ini telah berdampak pada bumi ini.
Berikut sejumlah temuan kunci, sebanyak 7,1 miliar smartphone telah diproduksi sejak 2007. Pada tahun 2004 saja, e-waste dari produk IT yang kecil seperti smartphone diperkirakan mencapai 3 juta metrik ton, menurut studi United Nations University. Hanya kurang dari 16 persen dari e-waste global yang didaur ulang.
Hanya 2 dari 13 model ponsel yang telah dikaji oleh Greenpeace AS dan iFixit mempunyai baterai yang bisa diganti dengan mudah. Ini berarti konsumen didorong untuk mengganti keseluruhan perangkat ketika usia baterai mulai habis. Di AS, masa pakai smartphone rata-rata 26 bulan.
Kepemilikan smartphone ditaksir bisa naik menjadi 6,1 miliar unit pada tahun 2020, atau sekitar 70 persen dari populasi global.
“Bila semua smartphone yang diproduksi selama satu dekade terakhir masih berfungsi baik, itu akan cukup untuk setiap orang di planet ini. Konsumen didorong untuk meng-upgrade model ponselnya terus-menerus sehingga rata-rata ponsel hanya digunakan dua tahun lebih. Imbasnya, bumi menjadi rusak,” kata Elizabeth Jardim, juru kampanye Korporasi Senior di Greenpeace AS.
“Ketika kita mempertimbangkan semua material dan energi yang dibutuhkan untuk membuat perangkat ini, masa penggunaan yang pendek, tingkat daur ulang yang rendah, maka cukup jelas kita tidak boleh melanjutkan hal ini. Kita perlu perangkat yang bisa digunakan dalam waktu lama, butuh perusahaan-perusahaan untuk menerapkan sebuah model produksi melingkar yang baru.”
Greenpeace menyerukan kepada semua pelaku sektor IT, untuk menerapkan model produksi yang melingkar untuk mengatasi akar permasalahan yang menyebabkan masalah lingkungan ini.
Samsung seharusnya bisa menjadi contoh dengan memberitahukan komitmennya kepada publik untuk mendaur ulang Galaxy Note7, untuk menurunkan dampaknya terhadap manusia dan lingkungan. Samsung harus transparan mengenai cara mengatasi jutaan ponsel tersebut.
Editor : Sotyati
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...