Soleman B. Ponto: Jangan Campur Aduk Visi Maritim dan Laut
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kepala Badan Intelijen Strategis periode 2011-2013, Laksamana Muda (Purn.) Soleman B. Ponto mendukung visi Joko Widodo—presiden terpilih RI hasil pemilu 9 Juli—tentang negara maritim. Namun, “Saat ini masih campur aduk pemahaman tentang negara maritim dan negara laut,” kata dia kepada satuharapan.com, Senin (1/9).
Satuharapan.com: Mengapa mendukung visi maritim Jokowi?
Soleman B. Ponto: Karena sudah lama kita meninggalkan pembangunan di bidang maritim. Setahu saya visi negara maritim inilah yang diperjuangkan Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia. Namun, setelahnya orientasi negara kita pada daratan. Apa cirinya? Perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang pelayaran mengalami penyusutan. Lihat PT Djakarta Lloyd, Admiral Lines, PT Samudera Indonesia, PT PELNI dan lain-lain. Pada akhir tahun enam puluhan, di kepulauan Sangihe, masih terdapat kapal-kapal pemerintah yang menghubungkan masing-masing pulau. Kini tidak ada lagi, diganti dengan kapal-kapal swasta yang tentu berbiaya sangat mahal. Bagaimana tidak, mereka tidak boleh memakai bahan bakar bersubsidi. Saya tahu Joko Widodo dan Jusuf Kalla—keduanya pedagang—tahu benar tentang kondisi ini. Dan, menurut saya negara maritim yaitu negara yang angkutan lautnya bagus.
Satuharapan.com: Bagaimana mewujudkannya?
Soleman B. Ponto: Sederhana saja. Apa artinya maritim? Berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan laut kan? Berarti apa saja yang dibutuhkan? Kapal beserta dengan segala kelengkapannya, misalnya galangan kapal, bahan bakar. Termasuk di dalamnya kebutuhan nakhoda, awak kapal dan lain-lain. Juga infrastruktur pelabuhan. Di dalam pelabuhan ada operator bongkar muat barang, operator crane, gudang. Semua membutuhkan sumber daya manusia yang kuat. Jika salah satu hilang, visi maritim sekadar omong kosong. Ini juga termasuk undang-undang yang mendukung perdagangan maritim.
Hanya sayang, saat ini banyak orang bicara tentang maritim, tetapi sedang berbicara tentang kelautan. Ada perbedaan besar. Misalnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan berbicara tentang potensi laut, bukan maritim. Tentang maritim saat ini hanya menjadi salah satu bagian dalam Kementerian Perhubungan, yaitu perhubungan laut.
Jika bicara tentang maritim, kita tidak bicara tentang potensi kelautan, perikanan. Kita bicara tentang jalur-jalur perdagangan di laut. Ide tentang tol laut saya kira adalah jalur yang benar tentang visi negara maritim.
Satuharapan.com: Bagaimana dengan pertahanan maritim? Bukankah ini bagian dari visi negara maritim?
Soleman B. Ponto: Ya, memang angkatan laut menjadi pendukung. Namun, bukan itu visinya. Kita tidak boleh terbalik berpikirnya. Jika kita memimpikan negara maritim yang kuat adalah kita membangun angkutan laut. Bukan angkatan laut. Saya beri contoh negara maritim, Panama. Di mana pun di dunia kita akan melihat kapal-kapal berbendera Panama. Bahkan, kapal-kapal yang beroperasi di laut Indonesia untuk perdagangan laut dan dioperatori orang Indonesia, sering berbendera Panama. Mengapa? Panama—negara kecil di wilayah Amerika Tengah—memberi seluruh fasilitas untuk kapal-kapal mereka.
Satuharapan.com: siapa yang pantas menduduki kabinet untuk mewujudkan visi ini?
Soleman B. Ponto: Saya tidak tahu. Kabarnya akan dibentuk Kementerian Maritim. Namun, ada akademisi yang mengusulkan tidak usah, lebih baik menguatkan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Saya sekali mengatakan bahwa itu adalah dua hal berbeda. Kelautan diatur oleh Hukum Laut, yang meliputi tentang batas wilayah dan hak-hak pengusahaan dan pembudidayaan hasil-hasil laut. Maritim terkait dengan angkutan laut dan tunduk pada Hukum Maritim.
Saya mengusulkan jika seandainya ada Kementerian Maritim, pilihlah orang dari kalangan profesional. Sebab, mereka mengetahui tentang peluang, tantangan, dan hambatan di bidang maritim ini.
Satuharapan.com: Dari Angkatan Laut?
Soleman B. Ponto: Tidak usah dari Angkatan Laut. Namun, jika dari Angkatan Laut, ia pun harus mengerti seluk beluk perdagangan maritim. Seandainya tidak ada orang dari profesional yang sanggup mengemban ini, seorang dari Angkatan Laut punya nilai lebih karena dia menguasai laut.
Laksda TNI AL (Purn) Soleman B. Ponto lahir di Sangir-Tahuna, Sulawesi Utara, 6 November 1955. Mengenyam pendidikan TNI di Akabri AL/1978, kariernya di Angkatan Laut diawali sebagai pelaut. Ia melewati sejumlah pos hingga akhirnya terjun ke dunia intelijen TNI pada Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI sejak tahun 1996 hingga pensiun pada Desember 2013 dengan jabatan terakhir Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais TNI). Berbagai buah pikirannya, antara lain ia tulis dalam buku berjudul TNI dan Perdamaian di Aceh, Catatan 880 Hari Pra dan Pasca-MoU Helsinki (Penerbit Rayyana Komunikasindo, 2013).
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...