Solidaritas Masyarakat untuk Korban Kejahatan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menginginkan adanya solidaritas masyarakat untuk korban kejahatan, sebagaimana telah ditunjukkan masyarakat di berbagai daerah di Tanah Air terhadap korban bencana alam.
"Sudah saatnya membangun kesadaran baru, untuk peduli kepada korban kejahatan," kata Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (1/6).
Menurut Abdul Haris Semendawai, hal tersebut bisa dilakukan sesuai porsi kemampuan dari masing-masing warga negara, misalnya aparat negara bisa membantu sesuai tugas dan fungsi masing-masing. Mereka yang berprofesi pegawai swasta hingga LSM pun bisa turut serta dalam membangun solidaritas tersebut.
LPSK, menurut dia, belum mampu maksimal dalam memberikan layanan perlindungan dan bantuan tanpa peran serta aktif dari pihak-pihak terkait, khususnya masyarakat.
Semendawai mengakui, negara sudah sepatutnya bertanggung jawab jika ada warganya yang menjadi korban kejahatan, karena bila tidak, negara dianggap gagal melindungi hak-hak warga negaranya sendiri.
"LPSK menjalankan peran (perlindungan dan bantuan) itu, tapi tidak bisa sendiri, melainkan juga butuh partisipasi dari banyak pihak, mulai unsur masyarakat, instansi terkait, hingga kalangan kampus," katanya.
Sebelumnya, LPSK menginginkan setiap kementerian dan lembaga dapat memperbaiki sistem whistlebowing yang benar-benar menjamin identitas dan keamanan pihak pelapor.
"Dengan dikeluarkannya Inpres No 7 Tahun 2015, khusus mengenai pelaksanaan Whistle Blowing System (WBS), LPSK berharap setiap kementerian dan lembaga dapat memperbaiki WBS masing-masing," kata Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai.
Menurut dia, perbaikan WBS masing-masing kementerian dapat ditunjukkan dengan menerima dan melaksanakan pengungkapan kasus yang dilaporkan secara sungguh-sungguh.
Ia memaparkan, WBS sendiri dimaksudkan untuk mendorong pegawai atau masyarakat, agar dapat memberikan laporan apabila mengetahui adanya pelanggaran atau tindak pidana korupsi di lingkungan kementerian dan instansi pemerintah lainnya. "Dengan WBS, pelapor memperoleh jaminan kerahasiaan identitas dan keamanan," katanya.
Abdul Haris menjelaskan, amanat Instruksi Presiden No 7 Tahun 2015, tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, LPSK mendapatkan tugas sebagai penanggung jawab aksi peningkatan efektivitas WBS.
Sementara itu, Wakil Ketua LPSK Lies Sulistiani mengemukakan, bentuk dan jenis ancaman yang dilakukan terhadap saksi dan korban dari suatu kasus hukum kini semakin berkembang, dan tidak hanya sebatas ancaman fisik. "Tetapi juga mutasi ke tempat kerja yang jauh dan ancaman untuk tidak memberikan hak-hak," kata Wakil Ketua LPSK.
Menurut Lies, hal tersebut terkadang tidak hanya ditujukan kepada saksi atau korban secara langsung, melainkan juga kepada pihak keluarga saksi dan atau korban yang akan memberikan kesaksian dalam suatu tindak pidana.
Untuk itulah, kata dia, LPSK melakukan kerja sama dengan aparat penegak hukum guna memudahkan koordinasi jika ada kasus-kasus seperti tersebut.(Ant)
Editor : Sotyati
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...