Solomon Islands Perlunak Sikap atas Isu Kemerdekaan Papua
HONIARA, SATUHARAPAN.COM - Kebijakan luar negeri pemerintah Solomon Islands yang sebelum ini sangat tegas pada dukungan penentuan nasib sendiri Papua dan penuntasan pelanggaran Hak Asasi Manusia tampaknya akan melunak dalam pendekatan baru yang saat ini tengah dirumuskan.
Pemerintah Solomon Islands yang pekan lalu mengirimkan delegasi mengunjungi Indonesia tengah berusaha mendapatkan pandangan yang seimbang tentang isu-isu tersebut menyusul perubahan kekuatan politik yang berkuasa di negara itu.
Sebelumnya koalisi DCCG (The Democratic Coalition for Change Government) yang dipimpin oleh Manasseh Sogavare (yang diganti sebagai perdana menteri pada bulan November 2017) memfokuskan kebijakan luar negeri pada isu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan penentuan nasib sendiri rakyat Papua. Namun pemerintahan baru yang dipimpin oleh perdana menteri Rick Hou saat ini mencoba untuk menyeimbangkan masalah ini, dengan kebijakan luar negeri yang tidak konfrontatif dalam isu Papua. Dengan demikian, Solomon Islands dapat memiliki hubungan yang lebih baik dengan Indonesia seraya tetap menempatkan isu HAM Papua sebagai bagian dari kebijakan luar negerinya.
Hal ini dikatakan oleh salah seorang tokoh masyarakat sipil Solomon Islands, Wilfred Luiramo, yang turut dalam delegasi pemerintah mengunjungi Jakarta dan Papua.
Keikutsertaan sejumlah tokoh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam rombongan sempat menjadi kontroversial karena organisasi mereka tidak mengakui kehadiran mereka mewakili organisasi. Hal itu pun diakui oleh Wilfred Luiramo, bahwa dirinya ikut dalam delegasi sebagai pribadi.
Kepada John Blades dari radionz.co.nz, yang mewawancarainya, Luiramo mengatakan dia tidak bepergian atas nama Forum Solomon Islands International, dimana ia merupakan ketua, tetapi sebagai pekerja masyarakat sipil perorangan.
"Tujuan kunjungan itu semata-mata didasarkan pada rancangan kebijakan luar negeri baru Pemerintah Kepulauan Solomon. Jadi seraya pemerintah sedang mengerjakan draft, untuk menyeimbangkan hubungan dengan Indonesia dan masalah Papua Barat...pemerintahan baru yang dipimpin oleh perdana menteri Rick Hou mencoba untuk menyeimbangkan masalah ini, sehingga Solomon Islands dapat memiliki hubungan yang baik dengan Indonesia dan juga menempatkan isu HAM Papua dalam pembahasan," kata dia.
Ia mengatakan kunjungan tersebut memberikan banyak informasi yang lebih berimbang dan beragam.
"....kami bertemu dengan sejumlah anggota masyarakat sipil di sana, saya mendengar berbagai sisi cerita mereka, dan semua itu, kami coba untuk mendapatkan keseimbangan informasi. Kami sebenarnya tidak sampai ke akar masalah, karena penduduk Papua sangat besar jumlahnya, tetapi kami berhasil mendapatkan informasi dari kedua belah pihak. (Dari) beberapa penduduk asli dan beberapa anggota masyarakat sipil yang bertemu dengan kami di Jayapura."
Ia menambahkan, delegasi Solomon Islands mencoba untuk mendapatkan sebanyak mungkin pandangan dalam upaya menyusun kebijakan luar negeri terkait hubungan dengan pemerintah Indonesia. Mereka telah bertemu dengan para pejabat, tokoh militer, mahasiswa dan tokoh masyarakat sipil lainnya.
"Kami terus berusaha menyeimbangkannya. Yah, mereka memiliki pandangan berbeda, yang sangat menarik untuk menjadi bagian dari laporan. Dari sana kami mencoba untuk mengambil ... yang lebih penting untuk menjadi bagian dari masalah ini karena masalah Papua adalah masalah sensitif di Solomon Islands, dan kami masih ingin masalah HAM diperbaiki."
Luiramo mengatakan kunjungan ini menciptakan perasaan lebih dekat dengan Indonesia. "Kami tidak bisa mendapatkan seluruh kebenaran tetapi kita semakin dekat untuk membuat keseimbangan. Secara khusus patokannya adalah kebijakan luar negeri, tetapi kami semakin dekat. Tidak menjadi hanya satu sisi, tetapi harus ada pengaruh, kedua sisi dari dokumen."
Lebih jauh, ia mengatakan bahwa rakyat Papua memiliki pandangan yang berbeda tentang masalah HAM. "Beberapa dari mereka mengatakan bahwa hal-hal ini (pelanggaran hak asasi manusia) terjadi. Ada yang mengatakan bahwa hal-hal ini pernah terjadi sebelumnya, di masa lalu. Jadi kami telah mengumpulkan pandangan berbeda dari mereka. Semua dari mereka tidak memiliki pandangan yang sama, tetapi masalahnya tetap bahwa kami mencoba untuk membuat dokumen yang seimbang dari semua informasi yang kami dapatkan."
Menurut dia, ada beberapa dari kalangan masyarakat Papua yang mengatakan bahwa terdapat perbaikan dalam isu HAM karena Indonesia baru saja memasuki kehidupan demokrasi penuh pada 1998. "Sebelumnya itu dikuasai militer. Jadi mereka mengatakan ada perbaikan dari waktu ke waktu," lanjut dia.
Ia mengatakan pada intinya Solomon Islands sebagai pemerintah terus mencoba untuk memastikan bahwa ada keseimbangan dalam kebijakan luar negeri yang baru, bahwa hubungan kita dengan Indonesia harus dibangun dan masalah hak asasi manusia di Papua Barat tidak boleh dilupakan.
Hal itu akan dilakukan dengan membangun dialog diplomasi dan menghindarkan isu-isu konfrontatif.
Di bagian lain ia mengakui bahwa meskipun mereka memfokuskan diri untuk memperoleh informasi seputar penanganan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua, sebagian dari rakyat Papua yang mereka temui mengungkapkan keinginan untuk merdeka.
Editor : Eben E. Siadari
1.100 Tentara Korea Utara Jadi Korban dalam Perang Rusia-Ukr...
SEOUL, SATUHARAPAN.COM-Lebih dari 1.000 prajurit Korea Utara tewas atau terluka dalam perang Rusia d...