Loading...
EKONOMI
Penulis: Sotyati 12:11 WIB | Sabtu, 11 Januari 2014

Sosiolog: Indonesia Butuh Pemimpin Berkomitmen Kurangi Impor

Pisang cavendish. (Foto: quickiwiki.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sosiolog Universitas Nasional (Unas) Nia Elvina MSi mengatakan Indonesia membutuhkan pemimpin yang punya komitmen mengurangi impor secara masif.

"Cetak biru kepemimpinan pasca-Susilo Bambang Yudhoyono harus mempunyai tekad penguatan produktivitas nasional, dan pengurangan yang masif impor kita," katanya di Jakarta, Sabtu (11/1).

Ia mengingatkan Indonesia dikenal sebagai negara agraris sekaligus negara maritim. "Tetapi kita menjadi salah satu negara pengimpor besar untuk kedua sektor tersebut," katanya.

Contoh yang paling kecil, nilai impor Indonesia untuk buah pisang naik 300 persen pada 2013. "Sungguh ironis, seolah-olah petani kita tidak mampu menanam pisang," kata anggota Kelompok Peneliti Studi Perdesaan Universitas Indonesia (UI) itu.

Jika mengingat pesan pendiri bangsa, khususnya Mohammad Hatta, ia mengingatkan, bila Indonesia mengandalkan impor dari negara lain, berarti telah dengan sukarela menggantungkan nasib kepada negara luar.

Sepanjang pengamatannya terhadap pejabat negeri ini, khususnya tingkat gubernur, baru Gubernur Jawa Timur Soekarwo yang punya kemauan kuat menentang impor dan memperkuat ekonomi nasional. "Kita lihat kasus tahun 2010, Gubernur Jatim lantang menentang kebijakan impor beras yang diambil oleh pemerintah pusat, dan di tahun itu juga Jatim mengalami surplus pangan/beras," katanya.

Menurut Nia Elvina, yang juga Sekretaris Program Sosiologi Unas, sekian banyak pandangan yang diberikan kalangan politisi, pegiat LSM, ormas, maupun dari kalangan akademisi sendiri mengenai pemimpin pasca-SBY, masih terpusat pada hal-hal mikro. "Belum menyentuh pada hal-hal makro yang fundamental dalam menentukan masa depan Indonesia ke depan," katanya.

Ia juga mengingatkan belum ada yang melihat kecenderungan inflasi Indonesia yang besar. Data Badan Pusat Statistik (BPS), misalnya, dari 2012 ke 2013, menunjukkan inflasi naik tajam. Pada 2012, inflasi 4,30, sedangkan 2013 naik menjadi 8,38.

"Jika kita tilik lagi lebih mendalam, hal ini disebabkan oleh tingginya kesenjangan ekspor-impor kita," katanya.(Ant)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home