Harga Minyak Berbalik Naik Karena Dolar Melemah dan Permintaan China Naik
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM - Harga minyak global "rebound" pada Jumat atau Sabtu (11/1) pagi WIB, berbalik naik dari kerugian hari sebelumnya karena mendapat dukungan dari data permintaan yang kuat di China dan melemahnya dolar setelah laporan pekerjaan AS mengecewakan.
Kontrak berjangka utama AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Februari di New York Mercantile Exchange, mengakhiri hari di 92,72 dolar AS per barel, naik 1,06 dolar AS dari tingkat penutupan Kamis.
Patokan Eropa, minyak mentah Brent North Sea untuk penyerahan Februari, naik 86 sen menjadi menetap di 107,25 dolar AS per barel di perdagangan London.
Harga WTI telah jatuh pada Kamis (9/1) ke tingkat terendah sejak 1 Mei, tertekan turun oleh tingginya stok minyak mentah dan produk minyak AS yang menunjukkan bahwa persediaan terus melebihi permintaan.
Namun pada Jumat, WTI terdorong lebih tinggi, secara kuat menghapus kerugian 67 sen hari sebelumnya.
Dolar diperdagangkan lebih rendah setelah Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan sedikit lapangan pekerjaan diciptakan, yakni 74.000 pekerjaan, di Amerika Serikat pada Desember, jauh di bawah 197.000 perkiraan konsensus.
Sekalipun mengalami penurunan dalam tingkat pengangguran menjadi 6,7 persen, dari 7,0 persen pada November, sebagian besar mencerminkan kenyataan bahwa banyak lebih banyak orang telah menyerah mencari pekerjaan.
Pertumbuhan pekerjaan teramat rendah di negara konsumen minyak mentah terkemuka itu, mengangkat pertanyaan tentang kekuatan pemulihan ekonominya.
Dolar turun 0,5 persen terhadap euro dan 0,7 persen terhadap
yen dalam perdagangan sore.
"Dolar yang lebih lemah, membuat WTI lebih kuat," kata Carl Larry dari Oil Outlooks and Opinion. Penurunan greenback membuat minyak mentah yang dihargakan dalam dolar lebih terjangkau, sehingga cenderung meningkatkan permintaan.
Beberapa analis memperkirakan bahwa laporan pekerjaan yang buruk akan mendorong Federal Reserve AS untuk bergerak lebih lambat dalam mengurangi program stimulusnya. The Fed mulai memotong pembelian asetnya bulan ini sebesar 10 miliar dolar menjadi 75 miliar dolar AS per bulan.
Sementara itu, sebuah cuaca sangat dingin yang melanda seluruh Amerika Utara telah mendorong permintaan untuk bahan bakar pemanas, dan membantu mendorong harga minyak lebih tinggi.
"Lonjakan permintaan untuk bahan bakar pemanas pasti akan meningkatkan permintaan untuk minyak mentah, yang digunakan sebagai bahan baku untuk bahan bakar pemanas. Dengan demikian, harga minyak mentah kemungkinan akan didukung dengan baik," kata Phillip Futures dalam komentar pasar.
Harga minyak juga "memperoleh dukungan dari data impor China yang kuat," analis Commerzbank mengatakan dalam sebuah catatan penelitian, mengutip catatan impor minyak mentah China pada Desember.
Menurut otoritas pabean negara itu, Commerzbank mengatakan, China mengimpor rekor 6,31 juta barel minyak mentah per hari pada Desember, 10 persen lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya. (AFP/Ant)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...