Spesies Baru Orangutan Tapanuli Ditemukan di Pulau Sumatera
MEDAN, SATUHARAPAN.COM – Para ilmuwan yang selama beberapa tahun bingung dengan 'keanehan genetika' dari populasi kecil orangutan di Pulau Sumatera, Indonesia, akhirnya menyimpulkan bahwa populasi kecil orangutan itu merupakan spesies baru.
Orangutan, yang sempat menimbulkan pertanyaan itu dilaporkan keberadaannya setelah satu ekspedisi di hutan pegunungan terpencil Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, pada tahun 1997.
Sejak itu, sebuah proyek riset berusaha mengungkap rahasia biologisnya, dan membuahkan hasil. Spesies baru diberi nama orangutan Tapanuli, yang merupakan spesies ketiga setelah Borneo dan Sumatera.
Orangutan Tapanuli itu, merupakan spesies pertama kera besar yang baru ditemukan selama hampir satu abad.
Dalam hasil riset yang diterbitkan di jurnal Current Biology, tim yang terdiri atas para peneliti Universitas Zurich, Universitas John Moores Liverpool, dan Sumatran Orangutan Conservation Programme mengatakan, tinggal 800 ekor yang ada sehingga menjadikannya sebagai spesies kera yang kelangsungannya paling terancam di dunia.
Keberadaan orangutan Tapanuli, dilaporkan setelah satu ekspedisi di hutan pegunungan terpencil tahun 1997.
Dalam studi awalnya, para peneliti mengambil DNA dari orangutan itu yang memperlihatkan 'keanehan' dibandingkan dengan orangutan lain di Sumatera.
Jadi para ilmuwan melakukan penyelidikan yang seksama dengan merekonstruksi sejarah evolusioner satwa itu dengan menggunakan kode genetikanya.
Salah seorang peneliti utama, Profesor Michael Krutzen dari Universitas Zurich, Swiss, mengatakan, "Analisis genomik benar-benar memungkinkan kami untuk melihat perrincian dalam sejarahnya."
"Kami bisa membuktikan jauh ke masa lalu dan bertanya kapan populasi ini terpisah."
Analisis dari 37 genome, kode untuk susunan biologis masing-masing binatang, yang utuh dari orangutan itu memperlihatkan mereka terpisah dari keluarga orangutan Borneo kurang dari 700.000 tahun lalu, waktu yang tergolong singkat dalam masa evolusi.
Peneliti menemukan perbedaan dalam bentuk tengkorak antara orangutan Sumatera, Borneo, dengan Tapanuli.
Sementara Prof Serge Wich dari Universitas John Moores Liverpool memusatkan perhatiannya pada 'karakter bunyinya', yaitu suara yang keras dari orangutan jantan untuk mengumumkan kehadirannya.
"Bunyi itu bisa sampai sejauh satu kilometer di dalam hutan," kata Prof Wich.
"Jika Anda melihat bunyi-bunyi itu, Anda bisa memecahnya terpisah-pisah dan kami menemukan perbedaan yang tidak kentara antara bunyi mereka dan populasi lainnya."
Keping terakhir dari kebingungan yang juga merupakan perbedaan halus namun konsisten, adalah perbedaan dalam bentuk tengkorak antara orangutan Sumatera, Borneo, dan Tapanuli.
Prof Wich mengatakan, kolaborasi studi genetika, anatomi, dan akustik selama beberapa dekade berhasil menghasilkan 'terobosan yang mengagumkan'.
"Hanya ada tujuh spesies kera besar tidak termasuk kita. Jadi menambah satu dalam daftar yang sedikit itu adalah spektakuler. Itu sesuatu yang menurut saya dimimpikan oleh banyak ahli biologi."
Orangutan Tapanuli akan ditambahkan dalam daftar spesies yang Terancam Punah selain ke buku-buku pelajaran zoologi.
"Amat mengkhwatirkan," tambah Prof Wich, "menemukan sesuatu yang baru dan kemudian langsung menyadari bahwa kita harus menyatukan semua upaya kita sebelum kehilangan mereka." (bbc.com)
Editor : Sotyati
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...