Sri Sultan HB X: BHineka Tunggal Ika Jangan dijadikan Mitos, tapi Etos
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Pada hakikatnya keberagaman adalah konsep Tuhan dalam misteri penciptaan alam semesta ini. Tidak ada satu ciptaan-Nya yang identik sama, pasti ada banyak perbedaan meskipun sekilas nampak sama. Dalam hal ini, sangatlah jelas bahwa keberagaman dan pluralitas merupakan realita yang terjadi atas kehendak Sang Adikodrati.
Hal tersebut disampaikan Sri Sultan Hamengku Buwono X secara langsung dihadapan sekitar 120 peserta Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Persatuan Gereja Indonesia Wilayah dan Sinode Am Gereja (PGIW-SAG) dari 28 provinsi di Indonesia, yang hadir di Bangsal Srimanganti, Keraton Yogyakarta, pada hari Jumat (12/8).
Sultan menyebutkan keberagaman sejatinya merupakan sesuatu yang sepatutnya disyukuri. “Saat kita membicarakan sebuah negara, maka keberagaman adalah sebuah keniscayaan yang sudah seharusnya kita hargai dan kita syukuri. Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa yang besar dengan keniscayaan keberagaman,” katanya, sebagaimana dikutip laman PGI.
Ada tiga aspek penting yang terkait dengan keberagaman di Indonesia yakni bahasa, agama, dan kepercayaan. Ketiganya dapat semakin kokoh jika dilandasi semangat Bhinneka Tunggal Ika. “Bhinneka Tunggal Ika jangan hanya dijadikan mitos, tetapi hendaknya dijadikan etos bangsa untuk ‘memperkokoh kebangsaan’ di tengah tarikan globalisasi budaya,” katanya.
Menilik tema peringatan 77 tahun proklamasi Indonesia “Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat”, Sri Sultan berharap kerja bersama menjadi syarat bangkit gumregah-nya kembali kehidupan dalam berbagai aspeknya, pasca pandemi COVID-19.
Indonesia bukanlah hanya sekadar nama-nama atau gambar deretan pulau-pulau di peta dunia. Tetapi sebuah kekuatan dahsyat yang disegani oleh bangsa-bangsa lain dengan penuh hormat. “Inilah realitas kebhinekaan budaya-budaya kita, yang selain sebagai kekayaan, juga mengekspresikan Kemerdekaan Indonesia di bidang budaya.”
Hal lain yang juga menjadi landasan bertindak dan penting untuk dilakukan adalah penerapan nilai-nilai saling mengasihi dan menghargai sesama yang beragam demi terwujudnya kedamaian. “Perlakukanlah setiap orang sebagaimana kamu sendiri ingin diperlakukan orang lain,” kata Sri Sultan.
Pada kesempatan itu, selain peserta Rakernas PGIW-SAG, hadir pula Plh. Asekda DIY Bidang Administrasi dan Umum, Beny Suharsono, Ketua PGI DIY Pdt. Em Bambang Sumbodo, Ketua Rakernas PGI Purnawan Herdianto, dan Sekretaris Umum PGI Pusat ,Pdt Jacklevyn F. Manuputty.
Pelaksanaan Rakernas PGIW-SAG dilakukan selama 3 hari pada 11-14 Agustus 2022 dengan seluruh kegiatan dipusatkan di Auditorium Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta.
Selain dengan Sri Sultan, para peserta juga berdialog dengan Ketum PP Muhammadiyah KH. Haedar Nashir, dan Ketua Umum Nahdlatul Ulama KH. Yahya Cholil Staquf. Dialog juga diselenggarakan dengan tiga universitas: Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Rektor Universitas Kristen Duta Wacana, dan Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta.
Ketua PGIW DIY Pdt. Em Bambang Sumbodo, menyampaikan ungkapan terima kasih kepada Ngarsa Dalem karena telah berkenan hadir dan memberikan arahan. “Para tamu Rakernas kali ini berupaya membangun keadaban publik dengan pemeliharaan bumi sebagaimana filosofi Memayu Hayuning Bawana, atau memperindah keindahan dunia, salah satunya dengan membangun karakter manusia,” jelasnya.
Menurut dia, sangat tepat apabila peserta Rakernas ‘ngangsu kawruh’kepada Ngarsa Dalem, yang dengan kearifan lokal dapat menjaga dan merawat kerukunan masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya. Ia turut mendoakan agar Sri Sultan senantiasa diberkahi untuk senantiasa mengemban amanah dengan baik dan berharap Tuhan Yang Maha Kuasa selalu melindungi masyarakat Yogyakarta.
Yogyakarta terpilih sebagai tuan rumah Rakernas PGIW-SAG karena dapat merepresentasikan atau sebagai miniatur Indonesia. “Masyarakatnya sangat majemuk, beragam, dan relatif rukun. Tidak ada gesekan antar umat beragama dan lain sebagainya. Ini yang menjadi dasar PGIW dari seluruh Indonesia belajar dari Yogyakarta,” kata Purnawandi Kompleks Kepatihan, Yogyakarta.
Menurut Purnawan, identitas Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan dan Kota Budaya serta semangat Pemerintah Daerah mewujudkan Yogyakarta sebagai “City of Tolerance”juga dinilai dapat menginspirasi gereja-gereja di Indonesia dalam melakukan penatalayanan secara holistik dan berkesinambungan serta berdampak positif terhadap kehidupan umat Kristen yang visioner.
Rakernas PGIW se-Indonesia Tahun 2022 di Yogyakarta ini diharapkan menjadi momentum strategis guna melakukan konsolidasi, baik dalam perspektif struktur dan jejaring maupun dalam perspektif program yang membumi.
Editor : Sabar Subekti
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...