Stop Kriminalisasi Aktivis Lingkungan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sejumlah aktivis dari organisasi lingkungan hidup dan lembaga bantuan hukum untuk kesekian kalinya meminta Pemerintah untuk tidak melakukan pembiaran atas kriminalisasi terhadap para pejuangan lingkungan hidup, agraria dan antitambang yang memperjuangkan ruang hidup dan demi lingkungan hidupnya.
“Kami mendesak Pemerintah untuk segera men-stop kriminalisasi yang dilakukan atas Joko Prianto dari Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) yang dituduh dengan tuduhan mengada-ada oleh pihak pro semen dan malah diproses oleh Polda Jawa Tengah dan besok (28 Desember 2017) kasusnya terus akan dilimpahkan ke JPU,” tulis siaran pers yang diterima satuharapan.com, hari Senin (25/12).
Siaran pers itu didukung oleh Asfinawati dari YLBHI, Merah Johansyah dari JATAM Nasional, Mokh Sobirin dari Yayasan Desantara, Susan Herawati dari KIARA, Dahniar Andriani dari HuMa.
Para aktivis itu beralasan, beberapa laporan masyarakat atas pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan tambang dan pabrik semen justru tidak ditindaklanjuti oleh Kepolisian.
“Perkara ini muncul setelah putusan Mahkamah Konstitusi tentang penegakan hukum satu atap dibawah KLHK. Maka kasus ini seharusnya dapat diselesaikan melalui KLHK,” katanya.
Kriminalisasi ini karena terkait aktivitas Joko Prianto atau Print adalah aktivitas dalam mengadvokasi kasus lingkungan hidup di Rembang dan pegunungan Kendeng yang terancam akibat pembangunan Pabrik Semen dan Tambang di sana.
“Pelapor terhadap Joko Prianto adalah berasal dari pengacara pabrik semen, semakin menegaskan ini terkait kasus lingkungan hidup. Soal tuduhan pemalsuan ini sudah diangkat di pengadilan. Tapi hakim tidak menindaklanjuti. Malah MA menguatkan putusan, sehingga bukanlah peristiwa pelanggaran hukum,” kata Merah Johansyah.
Menurutnya, kriminalisasi ini upaya untuk mementahkan putusan MA, jadi ada kaitan yang sangat erat dengan persoalan lingkungan karena KLHS senada dengan putusan MA.
“Karena itu melalui pesan elektronik ini kami minta Presiden, Menteri Terkait dan Kapolri untuk menghentikan proses kriminalisasi atas nama UU No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) Pasal 66 Yang Berisi Bahwa Setiap Individu maupun Kelompok Masyarakat yang. Memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tak dapat digugat pidana maupun perdata,” katanya.
Dalam keterangan tersebut, para aktivis mendesak Presiden Joko Widodo, Menteri Kabinet terkait, seperti Menteri Kehutanan & Lingkungan Hidup, Menteri Agraria & Tata Ruang, Menteri ESDM, Kapolri untuk menghentikan kasus Joko Prianto.
“Pak Presiden dan para menteri mohon segera stop dan hentikan pelimpahan kasus ini,” katanya.
Sementara itu Koordinator JMPPK Rembang, Joko Prianto yang dihubungi satuharapan.com, hari Senin (25/12) malam, mengatakan dia telah mengajukan praperadilan. Dia berharap hukum ditegakkan.
“Saya diduga melakukan pemalsuan tanda tangan. Tapi alat bukti berupa tanda tangan itu di MA tidak dipersoalkan. Dan kami menang di tingak PK MA. Tapi kenapa justru setelah menang saya dikriminalkan?“ katanya.
“Kami melihat hukum tidak untuk rakyat seperti kami tapi untuk mereka yang punya uang dan kuasa,” dia menambahkan.
Tiga Bahasa Daerah Maluku Telah Punah
AMBON, SATUHARAPAN.COM - Kantor Bahasa Provinsi Maluku menyatakan bahwa tiga dari 70 bahasa daerah y...