Studi: Aksi Kekerasan Seksual dan Berbasis Gender Meningkat
JENEWA, SATUHARAPAN.COM – Studi yang dilakukan Federasi Palang Merah Internasional dan Masyarakat Bulan Sabit Merah mendapatkan, aksi kekerasan berbasis-gender dan seksual meningkat pascabencana alam, akibat stres, tekanan ekonomi dan faktor-faktor lain.
Sekitar 1.800 orang yang terkena dampak badai dan banjir di Indonesia, Laos, dan Filipina disurvei untuk penelitian ini. Berdasarkan penelitian di Australia, Kanada, Jepang, Selandia Baru dan Amerika, tampak bahwa kekerasan berbasis-gender dan seksual meningkat pascabencana alam.
Juru bicara Palang Merah Matthew Cochrane mengatakan kepada VOA tentang studi baru ini, yang untuk pertama kalinya dilangsungkan di negara-negara berkembang dan memperkuat temuan tersebut.
“Studi ini mendapati bahwa anggota-anggota masyarakat di semua negara tersebut melaporkan dan merasa prihatin dengan naiknya angka kekerasan domestik dan kawin anak. Kajian itu juga menemukan bahwa orang-orang juga sangat khawatir tentang perdagangan manusia dan membanjirnya jumlah orang yang ditampung di tempat-tempat penampungan dan kurangnya dukungan yang diberikan kepada perempuan dan laki-laki dari kelompok seksual minoritas,” katanya.
Untuk pertama kalinya, Cochrane mengatakan laporan itu mengkaji risiko aksi kekerasan berbasis-gender dan seksual terhadap laki-laki, anak laki-laki dan kelompok-kelompok seksual minoritas, seperti laki-laki gay, perempuan lesbian dan kelompok transgender.
“Para peneliti kajian ini sangat jelas mencatat bahwa bencana alam tidak menciptakan aksi kekerasan berbasis-gender dan seksual. Ini merupakan isu yang sudah ada di dalam komunitas itu sebelumnya dan mungkin bencana alam memperburuk situasi ini, atau membuat kondisi itu lebih menonjol atau lebih terlihat,” katanya.
Federasi Palang Merah mengatakan, lebih banyak hal yang harus dilakukan untuk melindungi perempuan, laki-laki dan anak-anak dari aksi kekerasan berbasis-gender dan seksual pascabencana alam. Ditambahkannya, sejumlah tindakan sederhana dapat diambil untuk memperbaiki situasi.
Kajian itu merekomendasikan pemisahan ruangan bagi laki-laki dan perempuan di pusat-pusat evakuasi. Juga pembuatan toilet secara terpisah, dan toilet yang bisa dikunci, dengan cahaya yang memadai. Ditambahkan, para penyintas penganiayaan seksual harus mendapat perawatan khusus untuk mengobati trauma mereka. (voaindonesia.com)
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...