Sudan dan Israel Sepakati Normalisasi Hubungan
Ditengahi AS, Sudan mengikuti jejak UEA dan Bahrain. Pihak Hamas, Palestina menentang.
WASHINGTON DC, SATUHARAPAN.COM-Israel dan Sudan pada hari Jumat (23/10) sepakat untuk menormalisasi hubungan dalam kesepakatan yang ditengahi dengan bantuan Amerika Serikat, menjadikan Sudan negara Arab ketiga yang mengesampingkan permusuhan dengan Israel dalam dua bulan terakhir.
Namun normalisasi hubungan antara Israel dan Sudan, yang diumumkan oleh Gedung Putih, dinilai sebagai "dosa politik" yang merugikan baik warga Palestina maupun Sudan, menurut pernyataan kelompok Islam Palestina, Hamas.
Perjanjian itu "merugikan rakyat Palestina kami dan tujuan adil mereka, dan bahkan merugikan kepentingan nasional Sudan," kata Hamas dalam sebuah pernyataan yang dikutip AFP. "Ini hanya menguntungkan (Perdana Menteri Israel, Benjamin) Netanyahu".
Hapus dari Daftar Sponsor Terorisme
Presiden AS, Donald Trump, yang kembali dalam pemilihan presiden pada 3 November, mengikat perjanjian melalui panggilan telepon pada hari Jumat dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan Perdana Menteri Sudan, Abdalla Hamdok, dan Kepala Dewan Transisi, Abdel Fattah Al-Burhan, kata pejabat senior AS.
Sebagai bagian dari perjanjian tersebut, Trump mengambil langkah untuk menghapus Sudan dari daftar negara yang mempromosikan terorisme oleh pemerintah AS. Seorang pejabat senior AS mengatakan Trump menandatangani dokumen tentang Air Force One pada Kamis malam untuk memberi tahu Kongres tentang niatnya untuk menghapus Sudan dari daftar.
"Para pemimpin setuju untuk normalisasi hubungan antara Sudan dan Israel dan untuk mengakhiri keadaan perang antara negara mereka," menurut pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh ketiga negara.
Sudan mengikuti jalur yang dimulai oleh Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain dalam kesepakatan yang bertujuan untuk menormalkan hubungan dengan Israel.
Makna Simbolis
Perjanjian tersebut dinegosiasikan di pihak AS oleh penasihat senior Trump, Jared Kushner, utusan Timur Tengah, Avi Berkowitz, penasihat keamanan nasional, Robert O'Brien, Menteri Luar Negeri, Mike Pompeo, dan pejabat keamanan nasional, Miguel Correa.
"Ini jelas merupakan terobosan besar," kata Kushner kepada Reuters. "Ini jelas akan menciptakan terobosan besar perdamaian antara Israel dan Sudan. Membuat perjanjian damai tidak semudah yang kami buat sekarang. Itu sangat sulit dilakukan."
Upacara penandatanganan diharapkan akan diadakan di Gedung Putih dalam beberapa pekan mendatang, kata para pejabat.
Pernyataan bersama tersebut mengatakan para pemimpin setuju untuk memulai hubungan ekonomi dan perdagangan, dengan fokus awal pada pertanian.
Delegasi dari masing-masing negara akan bertemu dalam pekan-pekan berikutnya untuk merundingkan kesepakatan kerja sama di bidang-bidang tersebut, serta di bidang teknologi pertanian, penerbangan, masalah migrasi dan bidang lainnya, kata pernyataan itu.
Pernyataan itu mengatakan pemerintah transisi Sudan telah "menunjukkan keberanian dan komitmennya untuk memerangi terorisme, membangun lembaga demokrasinya, dan meningkatkan hubungannya dengan tetangganya."
Konsekuensinya, "Amerika Serikat dan Israel setuju untuk bermitra dengan Sudan di awal yang baru dan memastikan bahwa itu sepenuhnya terintegrasi ke dalam komunitas internasional," kata pernyataan itu.
Kushner menyebut kesepakatan normalisasi sebagai awal dari "pergeseran paradigma" di Timur Tengah. Dia mengatakan keputusan Sudan secara simbolis penting karena di Khartoum pada tahun 1967 Liga Arab memutuskan untuk tidak mengakui hak Israel untuk hidup. (Reuters/AFP)
Editor : Sabar Subekti
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...