Sukacita Sintetis
Tidak semua orang menghindari barang palsu.
SATUHARAPAN.COM – Kehebohan berita tentang beredarnya beras plastik beberapa wakt lalu sungguh membuat khawatir. Betapa teganya orang yang mengoplos beras asli dengan sintetis. Tak terpikirkah dampak mematikan yang pasti terjadi di masa datang? Beberapa konsumen bahkan membeli beras langsung dari petani untuk menjamin keaslian beras.
Ternyata, tidak semua orang menghindari barang palsu. Cermati, betapa maraknya penjualan produk aspal, asli tapi palsu. Banyak konsumen akrab dengan istilah barang KW 1, KW 2. KW 3, atau bajakan. Mereka memutuskan untuk membeli barang yang mirip asli agar terlihat seperti memakai yang asli atau agar dapat merasakan seperti sedang menikmati barang yang asli.
Kehausan manusia akan pemenuhan jatidiri memang ditangkap para produsen barang tiruan ini. Hal ini pun sudah merambah dunia promosi. Perhatikanlah tagline yang menyiratkan rasa bahagia yang akan didapat dari mengkonsumsi suatu barang, entah sepotong makanan, sebuah mobil atau perilaku tertentu.
Hati manusia memang tak ubah sebuah donat. Butuh sesuatu untuk mengisi bidang bolongnya agar rasa laparnya akan cinta dapat tuntas. Dengan salah kaprah, rasa lapar ini diisi dengan kepalsuan. Agar terlihat kaya, sukses, dikasihi, dan bahagia. Namun, dapatkah beras plastik memenuhi nutrisi tubuh?
Hati manusia, seasli jiwanya, membutuhkan sukacita yang sejati. Segala yang palsu itu bagaikan air laut, jika diminum malah meningkatkan dahaga. Tak seorang pun ingin memakan beras sintetis. Karena itu, berhentilah memenuhi diri dengan sukacita sintetis.
Jatidiri manusia hanya dapat dibentuk oleh cinta dari Tuhan. Cinta dari Tuhan itu asli, sejati, memuaskan, mengenyangkan, dan pastinya penuh nutrisi.
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Mencegah Kebotakan di Usia 30an
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Rambut rontok, terutama di usia muda, bisa menjadi hal yang membuat frust...