Suriah Makin Mengerikan bagi Anak-anak
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – Konflik bersenjata di Suriah telah menjadi begitu mengerikan, terutama bagi anak-anak. Wakil Khusus Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk Anak dan Konflik Bersenjata menyebutkan bahwa jika konflik tidak segera selesai, maka Suriah akan mernghadapi risiko memiliki generasi dengan orang-orang buta huruf.
Wakil Sekjen PBB tersebut, Leila Zerrougui, mengatakan kepada pers di New York, Senin (22/7) bahwa pihaknya telah kewalahan mengatasi dampak konflik yang dilihatnya dalam kunjungan baru-baru ini.
Anak-anak Suriah tidak hanya kehilangan keluarga dan rumah mereka. Mereka telah kehilangan harapan. Di sana terjadi pelanggaran hak berat, termasuk merekrut anak-anak dalam peperangan sebagai kombatan.
Zerrougui mengatakan, masyarakat Suriah telah terpolarisasi menjadi kelompok yang terpisah secara tegas antara pendukung dan lawan pemerintah, namun akan sulit untuk mengajak kedua pihak bersama-sama mencari solusi politik.
“Situasi tetap mengerikan", kata dia. Mayoritas anak-anak terlantar, dan mereka mengungsi di negeri tetangga bergabung dengan sekitar 1,7 juta orang. Kondisi mereka sangat buruk, dengan pelanggaran terjadi setiap hari oleh semua pihak yang berperang.
Kedua pihak juga terlibat dalam pelanggaran berat hak asasi manusia, khususnya pada anak. Kelompok oposisi merekrut anak-anak menjadi kombatan, dan pasukan pemerintah membunuh dan melukai, melakukan kekerasan seksual dan serangan terhadap sekolah-sekolah dan rumah sakit.
Tidak Ada Pendidikan
Tidak adanya pendidikan adalah hal yang sangat serius, katanya. Di Lebanon dengan kendala bahasa dan situasi, anak-anak masuk sekolah setempat yang membuat ruang kelas diisi siswa dua kali dari kapasitas. Di tempat lain, pendidikan tidak disediakan untuk anak-anak pengungsi, sehingga mereka bergantung pada apa yang bisa dilakukan PBB.
Ditanya tentang anak-anak yang mengangkat senjata, dia mengatakan telah bertemu bocah laki-laki yang terlibat pertempuran dan terluka. Perekrutan anak-anak masih terjadi, termasuk di kamp pengungsi Zaatari di Yordania. Namun wakil Sekjen PBB itu menghadapi kendala untuk bertemu para pengungsi, serta perwakilan kelompok.
Dia menyebutkan banyak anak-anak usia 15 sampai 18 dimasukkan dalam pasukan untuk berperang. Namun Leila tidak bisa menyebutkan berapa banyak anak-anak yang direkrut. Oleh karena itu, setelah konflik diredakan di Suriah, harus ada pengadilan bagi yang melakukan kekejaman dalam perang.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...