Survei: 52,7 Persen Masyarakat Tidak Percaya Parpol
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pengamat politik Heri Budianto mengatakan bahwa lembaga survei Political Communication Institute yang dipimpinnya baru saja merilis data survei yang menunjukkan sebanyak 52,7 persen masyarakat tidak percaya parpol.
"Ini data. Dan survei kami ini benar-benar independen, tidak ada yang didanai parpol,” kata Heri Budianto, Direktur Political Communication Institute.
Heri turut hadir sebagai narasumber diskusi bertajuk “Pemilu 2014: Siapkah untuk Dilaksanakan?” yang digagas oleh Komunitas Jurnalis Peduli Pemilu (KJPP) pada Selasa (18/2) di Media Center Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Menurut Heri, masyarakat hanya bisa percaya parpol kalau tidak korupsi, artinya 52,7 persen responden tidak percaya parpol karena elit-elit partainya cenderung melakukan korupsi.
Sebaliknya menurut Heri, sebanyak 42,2 persen masyarakat akan percaya partai kalau tidak melakukan korupsi. Artinya, masyarakat menaruh harapan agar elit-elit partai tidak melakukan korupsi. Kalau demikian, masyarakat tentu akan berpartisipasi pada pemilu.
Heri juga memaparkan hasil pengamatannya pada pemilu pada 2009.
“Kita tidak mau seperti 2009, di mana semua partai menaruh curiga bahwa pemilu dilakukan dengan tidak jujur. Kita tidak mau hal demikian terjadi lagi pada 2014. Parpol harus menunjukkan komitmen pada pemberantasan korupsi, tapi jangan hanya di iklan.” kata dia.
Ia menambahkan bahwa masyarakat harus mempercayai penyelenggara Pemilu.
“kita juga harus menaruh kepercayaan pada penyelenggara pemilu misalnya KPU. Tapi tidak bisa kepercayaan itu tanpa diawasi, karena KPU ini juga memiliki kelemahan dan keterbatasan. Saya kira itu menjadi penting untuk kita cermati bersama.”
Mengenai partisipasi politik masyarakat, Heri mengajak parpol-parpol untuk turut aktif mendorong masyarakat agar terlibat.
“Bukan hanya tanggung jawab KPU untuk menggiring orang. Parpol juga harus berusaha membuat masyarakat untuk datang ke TPS,” tegas Heri.
“Data kami menunjukkan, 52 hingga 60 persen dari DPT (Daftar Pemilih Tetap) yang jumlahnya 186 juta itu adalah pemilih muda berusia 17-29 tahun, dan 17 persen di antaranya apatis terhadap politik,” Heri mengatakan.
“Artinya kalau parpol-parpol mendorong pemilih muda ke TPS (Tempat Pemungutan Suara), partisipasi pemilu tentu akan tinggi,” kata dia.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...