Susi Bujuk Kemendag Stop Izin Impor Garam
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menginginkan adanya pengertian dari Kementerian Perdagangan agar tidak lagi membuka keran impor garam untuk memberdayakan produksi garam dalam negeri.
"Dalam Rakor (Rapat Koordinasi di Kantor Presiden) telah saya sampaikan kepada Pak Rachmat Gobel (Menteri Perdagangan)," kata Susi Pudjiastuti dalam acara dialog Menteri Kelautan dan Perikanan dengan pelaku usaha di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Selasa (11/11).
Menurut Susi, KKP telah menghabiskan dana hingga miliaran rupiah per tahun untuk berbagai program guna menyejahterakan petambak garam di berbagai daerah.
Namun, ujar dia, program pemberdayaan itu terasa sia-sia bila instansi yang mengizinkan impor seperti Kemendag membuka masuknya aliran komoditas garam dari luar negeri.
Menteri Kelautan dan Perikanan mengemukakan adalah hal yang aneh bila ada satu kementerian yang memberdayakan petambak garam dalam negeri, tapi kementerian lain malah melakukan langkah yang bertentangan.
"Akhirnya di sinilah ada pengertian," kata Susi yang dalam sejumlah kesempatan mengaku enggan dipanggil dengan sebutan Ibu Menteri.
Sebelumnya, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) meminta pemerintah untuk bisa menyerap produksi garam nasional ketimbang harus terus bergantung pada impor.
"Kami harap pemerintah melalui PT Garam bisa menyerap produksi garam nasional karena jika dilihat dari kualitas dan kuantitas, seharusnya sudah cukup untuk penuhi kebutuhan konsumsi dan produksi dalam negeri," kata Sekretaris Jenderal Kiara Abdul Halim di Jakarta, pada 15 Oktober lalu.
Menurut Abdul, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), realisasi produksi garam nasional mencapai 2,5 juta ton pada 2013. Pencapaian tersebut dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan garam di tahun yang sama sebesar 3,5 juta ton.
Sayangnya, di tengah produksi garam yang dirasa sudah cukup itu, pemerintah masih saja terus mengimpor garam dari Australia, Selandia Baru, Jerman, dan Denmark.
Banjirnya impor garam, menurut Abdul, disebabkan oleh tumpang tindihnya kebijakan di tiga kementerian yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan.
"KKP itu harusnya hanya bertanggung jawab untuk peningkatan produksi dan kualitas garam nasional. Kemenperin bertugas mendata dan merekomendasi besaran impor garam. Sementara Kemendag menerbitkan izin impor dan menetapkan kuotanya. Tapi tidak ada integrasi sehingga impornya jadi banyak," ujarnya.
Akibat persaingan dengan garam impor yang diperkirakan menyumbang 60 persen garam di pasaran, para petani juga mengaku kesulitan menjual garam hasil produksi mereka karena harga jualnya begitu rendah. Padahal, kualitasnya tidak kalah dengan garam impor. (Ant)
Editor : Sotyati
Israel Pada Prinsipnya Setuju Gencatan Senjata dengan Hizbul...
YERUSALEM, SATUHARAPAN.COM-Siaran media Kan melaporkan bahwa Israel pada prinsipnya telah menyetujui...