Swiss Didesak Rundingkan Kembali Perjanjian Perdagangan dengan China
Desakan terkait dengan pelanggaran HAM terhadap Muslim Uighur dan UU Keamanan Hong Kong.
ZURICH, SATUHARAPAN.COM-Swiss harus merundingkan kembali perjanjian perdagangan bebas yang telah berlangsung enam tahun dengan China untuk meningkatkan perlindungan hak asasi manusia bagi minoritas Muslim Uighurnya, kata kelompok aktivis Society for Threatened Peoples, hari Senin (7/9).
Tuntutan kepada pemerintah Swiss datang ketika Prancis, Amerika Serikat, dan lainnya juga menekan China atas perlakuan terhadap orang Uighur di wilayah Xinjiang paling barat, serta undang-undang keamanan Hong Kong yang menurut beberapa pihak melanggar hak-hak di bekas koloni Inggris itu.
Pakar dan aktivis PBB mengatakan setidaknya satu juta etnis Uighur dan Muslim lainnya ditahan di pusat penahanan di Xinjiang. Namun China menyebunya sebagai pusat pelatihan yang membantu menghentikan terorisme dan ekstremisme serta mengajarkan keterampilan baru.
"Perjanjian perdagangan bebas saat ini antara Swiss dan China tidak berbuat banyak untuk mencegah produk kerja paksa sampai di Swiss, dan bahkan menerima konsesi tarif," kata Society for Threatened Peoples yang berbasis di Jerman dalam sebuah pernyataan dengan kelompok lain, termasuk Asosiasi Uighur Swiss.
Swiss mengekspor 21,4 miliar franc Swiss (sekitar US$ 23,41 miliar) barang ke China pada tahun 2019, sementara mengimpor barang senilai 15,1 miliar franc dari China, menurut data resmi.
Swiss mencapai pakta perdagangan bebas dengan China pada 2014, menyelamatkan perusahaan Swiss dan mitranya berpotensi ratusan juta dolar setiap tahun.
Menteri Negara Swiss untuk Urusan Ekonomi mengatakan sudah ada mekanisme untuk mengatasi masalah seperti yang diangkat, tanpa merombak pakta tersebut. "Perjanjian Perdagangan Bebas Swiss-China sudah memiliki beberapa referensi tidak langsung tentang hak asasi manusia, jadi revisi tidak perlu," katanya dalam sebuah pernyataan.
“Inisiatif hak asasi manusia yang memiliki tautan ke perjanjian perdagangan bebas dapat dibawa ke komite campuran perjanjian.”
Dalam wawancara media sebulan yang lalu, Menteri Luar Negeri Swiss, Ignazio Cassis, mengakui "meningkatnya pelanggaran hak asasi manusia" di China dan mengatakan "jika China meninggalkan prinsip 'satu negara, dua sistem' di Hong Kong, itu akan memengaruhi perusahaan Swiss yang berinvestasi di sana.”
Konsulat China di Swiss tidak menanggapi permintaan pernyataan via email.
Perlakuan China terhadap orang Uighur dan UU keamanan Hong Kong dapat dibahas pada sesi reguler Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang dibuka pada 14 September. (Reuters)
Editor : Sabar Subekti
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...