Syiah Adalah Korban Kebebasan Beragama Terbanyak di 2015
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Hasil riset SETARA Institute menyatakan kelompok jema’ah mazhab Syiah berada di peringkat pertama korban pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan terbanyak di Indonesia pada tahun 2015. Kelompok itu menjadi korban dalam 31 peristiwa dengan berbagai bentuk tindakan pelanggaran.
Sementara peringkat kedua korban pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan terbanyak di Indonesia pada tahun 2015 diduduki oleh kelompok pemeluk agama Kristen. Umat Kristiani menjadi korban dalam 29 peristiwa pelanggaran.
“Dari sisi korban, pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan di tahun 2015 menimpa beragam kelompok korban. Korban paling besar pada tahun 2015 adalah jema’ah mazhab Syiah yang menjadi korban dalam 31 persitiwa. Di peringkat dua diduduki warga dan umat Kristiani, mereka menjadi korban dalam 29 peristiwa pelanggaran,” ujar Direktur Riset Setara Institute, Ismail Hasani, dalam konferensi pers di Cikini, Jakarta Pusat, hari Senin (18/1).
Peringkat ketiga diduduki oleh umat pemeluk agama Islam dengan menjadi korban pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan dalam 24 peristiwa. Kemudian, disusul oleh aliran keagamaan yang menduduki peringkat keempat, dengan catatan menjadi korban pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan dalam 14 peristiwa.
Sementara Jemaat Ahmadiyah yang berdasarkan hasil riset SETARA Institute pada tahun 2014 menduduki peringkat pertama korban pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan terbanyak di Indonesia, kini menduduki peringkat kelima. Pada tahun 2015, Jemaat Ahmadiyah menjadi korban dalam 13 peristiwa.
Mengapa Syiah?
Ismail menjelaskan, fenomena deklarasi kelompok Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) di sejumlah daerah di Indonesia merupakan pemicu meningkatnya pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan pada kelompok jema’ah mazhab Syiah pada tahun 2015.
Menurutnya, deklarasi kelompok ANNAS membuat sejumlah masyarakat yang awalnya memosisikan diri netral jadi ikut mendiskriminasikan jema’ah mazhab Syiah. “Deklarasi itu menguasai ruang publik dan beberapa orang yang awalnya ada di posisi netral jadi ikut mendiskriminasi Syiah,” katanya.
Menurut dia, pemerintah harus segera menyikapi masalah ini. Negara harus hadir dan menindak setiap kelompok yang ingin menghilangkan eksistensi kelompok tertentu. “Kalau pemerintah bisa bergerak cepat menindak kelompok Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) dan menyebut sesat, pemerintah juga harus bisa menindak setiap gerakan yang mau menghilangkan eksistensi orang lain,” ujarnya.
“Jangan tidak melakukan apa-apa,” Ismail menambahkan.
Editor : Bayu Probo
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...