Tahun 2019 Tiga Tewas Diterkam Harimau Sumatra
PEKANBARU, SATUHARAPAN.COM - Sebanyak tiga orang yang meninggal akibat serangan harimau sumatra di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Riau selama tahun 2019.
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Suharyono dalam pernyataan pers di Pekanbaru, Jumat (25/10), mengatakan perlu ada analisa komprehensif untuk mengatasi konflik harimau dengan manusia di daerah tersebut.
"Kita perlu melihatnya dari kacamata yang lebih luas karena memang itu (Pelangiran) rumah harimau," kata Suharyono.
Pada Kamis (24/10) seorang pekerja bernama Wahyu Kurniadi asal Provinsi Aceh, meninggal dunia dalam kondisi mengenaskan setelah jadi korban penerkaman harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae) di konsesi PT Ria Indo Agropalma di Kecamatan Pelangiran.
Suharyono menjelaskan Wahyu Kurniadi berusia 19 tahun merupakan pekerja PT Kencholin Jaya, kontraktor dari PT Ria. Kejadian bermula ketika korban bersama empat rekannya melakukan perjalanan kerja di konsesi PT Ria pada Kamis (24/10). Ketika mereka berada di petak RIAE 021301 sekitar pukul 14.00 WIB terjadi serangan dari seekor harimau sumatra liar.
"Dari kelima orang tersebut, satu orang diterkam kemudian digigit di bagian tengkuk dan dibawa lari oleh harimau tersebut," katanya.
Empat rekan korban berusaha mengejar namun tidak bisa berhasil. Korban akhirnya berhasil ditemukan namun sudah dalam keadaan tidak bernyawa.
"Korban ditemukan dalam keadaan meninggal dunia dengan empat gigitan di bagian belakang tubuhnya, atau sekitar tengkuknya," kata Suharyono.
Wahyu adalah korban ketiga pada tahun ini. Sebelumnya, harimau sumatra menyerang pekerja di konsesi PT Ria bernama M. Amri pada 23 Mei 2019. Korban diserang hingga tewas oleh satwa belang itu di Kanal Sekunder 41 PT Ria di Desa Tanjung Simpang Kecamatan Pelangiran, Kabupaten Inhil.
Kemudian pada Agustus 2019, seorang warga asal Sumatra Selatan bernama Darwaman alias Nang (36) tewas akibat diterkam harimau sumatera liar di konsesi PT Bhara Induk, Kabupaten Inhil.
Suharyono mengatakan pihaknya akan menganalisa apakah lokasi penyerangan ketiga korban tersebut berdekatan sehingga bisa diketahui individu harimau yang menyerang mereka. Perlu ada langkah-langkah perencanaan untuk mengatasi konflik tersebut, karena selama ini daerah tersebut memang menjadi kantong habitat harimau sumatera yakni Lanskap Kerumutan.
Daerah Pelangiran di Lanskap Kerumutan pada tahun 2018 juga mengakibatkan jatuh korban jiwa dua orang akibat serangan harimau liar yang diberi nama Bonita. Harimau tersebut didiagnosa mengalami kelainan karena lebih suka berkeliaran pada siang hari dan tidak takut oleh keramaian manusia. BBKSDA Riau menyatakan Bonita akhirnya bisa ditangkap dan sudah direlokasi dari kawasan tersebut.
"Lanskap Kerumutan memang salah satu kantong harimau di Riau," ujarnya.
Namun, untuk kasus pada tahun ini BBKSDA Riau menyatakan tidak akan melakukan evakuasi terhadap harimau di Lanskap Kerumutan. Dibutuhkan solusi yang bisa menyeimbangkan keberadaan harimau dihabitatnya, dan aktivitas manusia yang membuat permukiman dan perkebunan di kawasan itu.
"Tidak bijak kalau langsung evakuasi (harimau). Kita harus lihat dari kacamata yang lebih luas karena memang itu rumah harimau. Kemungkinan solusi ke depan harus lihat lebih bijak bagaimana harimau-harimau di wilayah tersebut," ujar Suharyono. (Ant)
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...