Taliban Paksa Bocah Perempuan Jadi Pengebom Bunuh Diri
KANDAHAR, SATUHARAPAN.COM – Polisi Afghanistan hari Senin (6/1) menyatakan telah menangkap bocah perempuan berusia 10 tahun yang berusaha melancarkan serangan bom bunuh diri dengan menggunakan rompi peledak. Si bocah mengaku dipaksa kakaknya.
Anak perempuan itu hadir pada jumpa pers di Lashkar Gah, ibu kota provinsi Helmand, dan ia menceritakan bagaimana kakaknya memaksanya memakai rompi itu dan memerintahkannya meledakkan diri di sebuah pos pemeriksaan polisi.
"Saya bosan pada ibu tiri saya. Kakak saya menyuruh saya memakai rompi hitam, pergi ke pos pemeriksaan polisi dan menekan tombol," kata anak itu kepada wartawan.
"Saya pergi melewati sebuah sungai dan memutuskan membuang rompi itu. Kakak saya melarikan diri dan polisi menangkap saya," tambah anak itu.
Di tengah laporan yang simpang siur mengenai insiden itu, sejumlah pejabat mengatakan bahwa ia memakai rompi ketika ditangkap, sementara yang lain menyebutkan bahwa tidak ada rompi yang ditemukan.
Saluran berita TV Tolo mengatakan bahwa anak perempuan bernama Spozhmai itu tidak bisa mengoperasikan tombol untuk meledakkan bom tersebut.
Kementerian Dalam Negeri Afghanistan mengatakan, kakak anak itu adalah seorang komandan Taliban yang memaksanya memakai rompi itu dan berjalan ke arah pos polisi di distrik Khanashin di wilayah selatan yang merupakan pusat pemberontakan.
Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.
Sekitar 130.000 personel Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO yang berasal dari puluhan negara dikirim ke Afghanistan untuk membantu pemerintah Kabul memerangi pemberontakan Taliban dan sekutunya.
Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.
Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.
Presiden Afghanistan Hamid Karzai dan negara-negara Barat pendukungnya telah sepakat bahwa semua pasukan tempur asing akan kembali ke negara mereka pada akhir 2014, namun Barat berjanji memberikan dukungan yang berlanjut setelah masa itu dalam bentuk dana dan pelatihan bagi pasukan keamanan Afghanistan.
NATO bertujuan melatih 350.000 prajurit dan polisi Afghanistan pada akhir 2014 untuk menjamin stabilitas di negara itu, namun tantangan-tantangan tetap mengadang dalam proses peralihan itu.
Desersi, penugasan yang buruk dan semangat rendah termasuk di antara masalah utama yang menyulitkan para komandan NATO dan Afghanistan.
Pada Oktober 2011, Taliban berjanji akan berperang sampai semua pasukan asing meninggalkan Afghanistan. (AFP/Ant)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...