Taliban Paksa Perempuan Afghanistan Berhenti Bekerja di Bank
KABUL, SATUHARAPAN.COM-Ketika Taliban memperluas wilayah kekuasaan di Afghanistan, ada tanda-tanda kelompok militan itu akan kembali ingkar pada janji untuk mengizinkan perempuan bekerja, menurut wawancara dengan karyawan bank perempuan yang dipaksa keluar dari pekerjaan mereka.
Taliban, yang memberlakukan hukum Islam yang ketat dan melarang perempuan bekerja ketika memerintah Afghanistan antara 1996-2001, telah berulang kali mengatakan hak-hak perempuan akan dilindungi jika kembali berkuasa di Kabul.
Namun Amerika Serikat dan negara lainnya khawatir kelompok Islamis itu akan menghancurkan kembali banyak kebebasan yang diberikan kepada perempuan selama dua dekade terakhir, termasuk hak untuk bekerja dan belajar.
Awal bulan lalu di kota Kandahar di selatan, pejuang Taliban bersenjata masuk ke kantor Bank Azizi Afghanistan.
Mereka menggiring sembilan perempuan yang bekerja di sana ke rumah mereka dan memerintahkan mereka untuk tidak kembali, sebaliknya membiarkan seorang kerabat laki-laki mereka menggantikan mereka, menurut tiga perempuan dan seorang manajer bank.
Dua hari kemudian di kota Heart di barat, pemandangan serupa terjadi di cabang bank pemberi pinjaman Afghanistan lainnya, Bank Milli, menurut dua kasir perempuan yang menyaksikan kejadian itu.
Tiga pejuang Taliban yang membawa senjata memasuki kantor cabang, menegur karyawan perempuan karena menunjukkan wajah mereka di depan umum.
Perempuan di sana juga berhenti bekerja, mengirim kerabat laki-laki untuk menggantikan mereka. “Sungguh aneh, tidak diizinkan bekerja, tetapi sekarang beginilah adanya,” kata Noor Khatera, seorang perempuan berusia 43 tahun yang pernah bekerja di departemen akuntansi Azizi Bank di Kandahar, mengatakan kepada Reuters.
“Saya belajar bahasa Inggris sendiri dan bahkan belajar cara mengoperasikan komputer, tetapi sekarang saya harus mencari tempat di mana saya bisa bekerja dengan lebih banyak perempuan di sekitar.”
Juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, mengatakan kelompok itu belum mengambil keputusan apakah akan mengizinkan karyawan bank perempuandi daerah yang dikuasainya. “Setelah sistem Islam ditegakkan, akan diputuskan sesuai hukum, dan insya Allah tidak ada masalah,” katanya.
Dia tidak menanggapi permintaan informasi lebih lanjut tentang dua dugaan insiden tersebut. Juru bicara kedua bank juga tidak menanggapi permintaan komentar.
Para pemberontak telah merebut setidaknya sembilan ibu kota provinsi dalam waktu sepekan, dan sekarang menguasai sekitar dua pertiga wilayah negara.
Perempuan Afghanistan yang bekerja di beberapa bidang, termasuk jurnalisme, perawatan kesehatan dan penegakan hukum telah tewas dalam gelombang serangan sejak pembicaraan damai dimulai tahun lalu antara Taliban dan pemerintah Afghanistan yang didukung AS. Pemerintah menyalahkan Taliban atas sebagian besar pembunuhan yang ditargetkan, namun Taliban menyangkal melakukan pembunuhan.
Ketika pejuang Taliban merebut kendali atas Kandahar dalam beberapa pekan terakhir, mereka mulai mendorong perempuan keluar dari pekerjaan profesional, yang mereka katakan tidak layak untuk dilakukan perempuan jika mereka mengharuskan bekerja di hadapan laki-laki dan memperlihatkan wajah mereka.
“Taliban akan menyebabkan kemunduran kebebasan di semua tingkatan dan itulah yang kami lawan,” kata seorang juru bicara pemerintah Afghanistan. “Perempuan dan anak-anak paling menderita dan pasukan kami berusaha menyelamatkan demokrasi. Dunia harus memahami dan membantu kita.” (Reuters)
Editor : Sabar Subekti
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...