Tangisan pada Hari Kematian
SATUHARAPAN.COM – Kemarin kami baru saja menguburkan jenazah orangtua kami—adik Bapak saya—kami memanggilnya Bapauda.
Dalam hidupnya Uda ini dikenal sebagai orang yang bersosial tinggi. Di kampung beliau sering membantu petani miskin yang kesulitan modal, mempekerjakan 13 pasutri dan mengajari mereka manajemen hidup dan keuangan. Beberapa di antara mereka sudah memiliki sebidang tanah untuk dikerjakan. Bagi kami, setelah Bapak kami meninggal dunia, dia berperan sebagai Bapak yang baik bagi kami. Pada hari wisuda saya, dia berkata, ”Uang itu dicari, keluarga itu dipertahankan. Uang ada untuk mempertahankan keluarga.”
Sebagai penatua, banyak orang merasa diberkati melalui khotbah yang dihidupinya. Sekalipun tidak pernah belajar ilmu konseling atau psikologi, beliau memberikan hidupnya untuk menjadi konselor kepada warga jemaat atau penduduk setempat. Kami pun merasakan hal itu.
Pada hari penguburannya, banyak orang yang menangis di dekat jenazahnya. Ada beragam kalimat keluar dari mulut orang-orang yang menangis. Semuanya menceritakan kenangan mereka bersama dengan Uda, juga kebaikan-kebaikan Uda kepada mereka. Mendengar ini saya ikut meneteskan air mata.
Pernahkah Anda mendengar pertanyaan: ”Apa yang Anda inginkan dikenang orang pada saat kematian Anda?” Tangisan pada hari kematian Uda mengingatkan saya akan kalimat itu.
Hidup yang singkat dan hanya sekali ini telah diisi Bapauda saya dengan menjadi berkat dan inspirasi bagi banyak orang. Saatnya bagi kita—yang masih hidup—untuk menjadi berkat dan inspirasi bagi orang lain. Jadi, mari mulai dari akhir—tangisan seperti apa yang kita harapkan pada hari kematian kita?
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Victor Wembanyama Buat Rekor Langka di NBA
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Victor Wembanyama kembali mencuri perhatian dunia basket dengan mencatatk...