Teater Anak Studio Hanafi Borong Gelar di Festival Teater Anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Walau pertama kali mengikuti festival teater anak tetapi Teater Anak Studio Hanafi langsung mendapat sambutan luar biasa. Komunitas teater ini memborong gelar di Malam Anugerah dan Penutupan Festival Teater Anak 2013 pada hari Rabu (4/9) melalui pementasan “Hujan Mencari Kali”.
Sutradara sekaligus penulis naskah, Adinda Lutfianti, mengaku senang dengan sambutan luar biasa itu. Komunitas teaternya meraih gelar untuk artistik terbaik, penata musik terbaik, skenario terbaik, sutradara terbaik, dan grup terbaik. Juga komunitasnya tersebutkan di hampir semua nominasi.
Adinda Lutfianti mengungkapkan perasaannya, “Yang pasti senang karena pertama kali ikut lomba dan dengan waktu yang sempit. Kami hanya punya waktu latihan dua minggu.”
Tetapi apa yang menjadikannya luar biasa?
“Grup teater saya sistem latihannya lama. Kami memulai teater anak itu dari masalah tubuh. Lewat latihan tari tradisional seluruh Indonesia. Setelah latihan tari mereka harus bisa menyanyi. Makanya kami panggil guru vokal. Setelah itu baru kami latihan teater. Jadi ketika mereka berperan di teater mereka sudah lentur. Olah tubuh dan vokalnya sudah jadi.” Kata Adinda Lutfianti.
Adinda Lutfianti mengaku senang dapat memperkenalkan panggung teater ke anak. Katanya, “Saya senang sudah memperkenalkan panggung teater ke mereka. Saya sudah mengatakan kepada mereka bahwa teater bukan mengejar pertunjukan tetapi mengejar kebaikan untuk diri sendiri.”
Teater Anak Studio Hanafi berasal dari Parung Bingung, Depok, dan sudah berjalan tujuh tahun lamanya. Melalui pementasan “Hujan Mencari Kali”, mereka mendapat sambutan luar biasa. “Hujan Mencari Kali” mengisahkan tentang seorang seorang pendongeng dengan peralatan mendongengnya. Kebiasaan pendongeng itu selalu mengawali cerita dengan pertanyaan.
Suatu ketika pendongeng memasuki kampung. Sebelum menceritakan dongengnya ke anak-anak, dia bertanya, “Kenapa ada banjir di Jakarta?”
Dongeng dimulai dengan Hujan yang sedih karena merasa kehilangan ibunya, yaitu Kali. Hujan mengatakan Kali telah raib sementara terus mencari dan bertanya kenapa Kali raib? Kemudian Sampah mengaku dirinya yang membuat jalannya air terhambat dan raksasa gedung mengaku dirinyalah yang memakan Kali. Hujan sedih mendengar itu.
Karena Pohon kasihan dengan Hujan yang sedih, lalu pohon menolong Hujan. Pohon membantu Hujan dengan cara membuat Kali di antara tanah dan langit. Kali tidak dibuat di atas bumi karena Pohon berpendapat di bumi ini orang sudah tidak mencintai kali dan malah mengotorinya dengan sampah.
Adinda Lutfianti menegaskan bahwa naskah teater memberikan pesan tentang kecintaan kepada lingkungan dan secara khusus untuk tidak membuang sampah sembarangan, seperti di kali.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...