Tekanan Darah Tinggi Masalah Utama di Dunia Berkembang
PARIS, SATUHARAPAN.COM - Jumlah orang di seluruh dunia yang menderita tekanan darah tinggi hampir dua kali lipat selama empat dekade terakhir, dengan kenaikan terbesar di Asia dan Afrika, menurut para peneliti. "Tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko utama untuk stroke dan penyakit jantung, dan membunuh sekitar 7,5 juta orang di seluruh dunia setiap tahun," kata peneliti Profesor Majid Ezzati dari Imperial College di London, pada Rabu (17/11) yang dilansir dari nst.com.my,
"Diambil secara global, tekanan darah tinggi tidak lagi menjadi masalah dunia Barat atau negara-negara kaya. Kini menjadi masalah negara berkembang.
Menurut studi yang diterbitkan dalam jurnal medis The Lancet, dari tahun 1975 hingga 2015, jumlah orang dewasa dengan tekanan darah tinggi meningkat dari 594 juta menjadi lebih dari 1,1 miliar. Namun, pada saat yang sama negara-negara berpenghasilan tinggi seperti Australia, Kanada, Jerman dan Jepang telah mengalami pengurangan dalam prevalensi tekanan darah tinggi.
Para peneliti menemukan, peningkatan terbesar dalam kasus itu terdapat di negara berpenghasilan rendah dan menengah di sub-Sahara Afrika, Asia Selatan dan beberapa negara pulau Pasifik.
Pada 2015, lebih dari separuh jumlah orang dewasa atau 590 juta orang memiliki tekanan darah , mereka tinggal di timur, tenggara dan Asia selatan. Dari jumlah itu, 226 juta berada di Tiongkok dan 199 juta di India. Sekitar sepertiga dari wanita yang tinggal di negara-negara Afrika Barat juga menderita tekanan darah tinggi.
Hipertensi juga tetap menjadi "masalah kesehatan yang serius" di beberapa negara di Eropa tengah dan timur, di mana lebih dari sepertiga dari pria yang hidup dengan kondisi tersebut, menurut surat kabar itu.
Orang dengan tekanan darah tinggi yang juga dikenal sebagai hipertensi, memiliki risiko lebih tinggi penyakit jantung, stroke, penyakit ginjal dan demensia.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tekanan darah dianggap sebagai tinggi ketika naik ke 140/90 dan lebih. Ezzati mengatakan, bahwa tanpa memperkenalkan "kebijakan yang efektif" untuk memungkinkan orang miskin meningkatkan kwalitas diet mereka, terutama dengan mengurangi asupan garam dan membuat buah dan sayuran dengan harga terjangkau, hal ini akan berdampak pada target WHO pada 2025, untuk mengurangi kasus tekanan darah tinggi sebesar 25 persen, yang mungkin akan mustahil untuk dicapai.
Namun di sisi lain negar- negara seperti, Kanada, Australia, Inggris dan Amerika Serikat, Peru, Korea Selatan dan Singapura memiliki jumlah yang terendah, dari orang dewasa yang hidup dengan tekanan darah tinggi pada 2015, dengan perbandingan hanya satu dari delapan wanita, dan satu lima pria yang memiliki tekanan darah tinggi.
Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari 19,1 juta orang berusia 18 atau, dan yang tinggal di 200 negara.
Editor : Eben E. Siadari
Dampak Childfree Pada Wanita
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Praktisi Kesehatan Masyarakat dr. Ngabila Salama membeberkan sejumlah dam...