Terkait Kemasan Polos Rokok, RI dan Australia Bertentangan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Perdagangan RI, Thomas Trikasih Lembong menilai penerapan kemasan polos (plain packaging) untuk industri rokok yang diusung Australia sangat tidak tepat.
Indonesia sebagai negara peringkat kedua eksportir produk tembakau pabrikan di dunia, tentu akan terkena imbasnya bila usulan tersebut diterima World Trade Organization (WTO).
Produk tembakau, kata Thomas, merupakan salah satu kepentingan nasional. "Ada jutaan tenaga kerja kita di pertanian tembakau, cengkeh, dan industri produk tembakau. Jadi dalam hal ini, kami berlawan dengan kebijakan pemerintah Australia," katanya kepada Antara, hari Selasa (22/3).
Thomas menambahkan, layak dimengerti dalam suatu mitra perdagangan bahwa tidak harus 100 persen setuju.
"Pasti ada perselisihan pendapat, dan hal ini wajar dan bisa dimaklumi kedua belah pihak. suatu kemitraan yang sangat baik pun pasti ada perselisihan pendapat dan ada konflik," lanjutnya.
Ia memastikan, di balik ketidaksepahaman ini maka sinergi positif tetap harus dibangun. Hubungan perdagangan tetap harus dijaga jauh melampaui segalanya.
Penolakan mengenai kemasan polos ini juga disampaikan beberapa organisasi dalam negeri Australia. Direktur dari Institute of Public Affairs (IPA) Simon Breheny mengatakan peraturan tersebut tidak berhasil mencapai efek yang diinginkan yaitu menurunkan jumlah perokok.
"Dari data yang kami kumpulkan kami tidak melihat adanya penurunan yang disebabkan peraturan ini. Menurut kami penghilangan warna, logo dalam kemasan itu bukan hak pemerintah. Sebaiknya pemerintah lebih memperhatikan peraturan mengenai kebiasaan merokok masyarakat daripada kebiasaan konsumsi rokok masyarakat," katanya.
Keberatan berbeda disampaikan Direktur Utama Australian Association of Convenience Stores (AACS) Jeff Rogut yang mengatakan peraturan ini membuat pelayanan di toko menjadi lama karena kemasan terlihat serupa satu dengan yang lainnya.
"Belum lagi jika penjaga toko sampai salah memberikan produk yang diinginkan pembeli, karena bentuk dan warna yang sama ini membuat kami sulit membedakan produk yang satu dengan lainnya. Ini malah menimbulkan masalah baru. Masalah meningkatnya rokok ilegal juga disebabkan oleh peraturan ini," katanya
Dari data Kementerian Perdagangan, industri rokok menyumbang 1,66 persen total Gross Domestic Product (GDP) Indonesia dan devisa negara melalui ekspor ke dunia yang nilainya sekitar 700 juta dolar Amerika.
Industri ini juga melibatkan pekerja secara langsung dan tidak langsung sekitar 6,1 juta orang, dan sekitar 1,8 juta orang merupakan petani cengkeh dan tembakau.
Sebelumnya, Indonesia dan tiga negara lainnya seperti Honduras, Republik Dominika, dan Kuba menggugat Australia di WTO atas usulan plain packaging. Gugatan ini diyakini merupakan kasus terbesar sepanjang sejarah yang ditangani WTO.(Ant)
Editor : Eben E. Siadari
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...