Loading...
INDONESIA
Penulis: Sabar Subekti 19:45 WIB | Rabu, 04 Desember 2013

Terkait Praktik Monopoli dan Komersialisasi, UU SDA Diuji Materiil

Waduk kering di musim kemarau, menandai iar menjadi kebutuhan penting yang makin sulit. (Foto: dok/Ant)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - UU No. 7/2004 tentang Sumber Daya Air (UU SDA) dinilai cenderung membuka peluang privatisasi dan komersialisasi SDA yang merugikan masyarakat. Oleh karena itu, sejumlah lembaga dan tokoh masyarakat mengajukan uji mareriil di Mahkamah Konstitusi.

Dalam sidang hari Rabu (4/12), pihak pemerintah menyatakan membantah ada praktik komersialisasi dalam pengelolaan air bersih sebagaimana diatur dalam UUU SDA, karena berorientasi pada kesejahteraan rakyat.

"UU SDA tidak mengenal privatisasi/swastanisasi, komersialisasi, ataupun monopoli dalam pengelolaan sumber daya air. Pengelolaan SDA ditujukan sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum, Agoes Widjanarko.

Dia mengatakan selama ini kerja sama pengelolaan SDA antara pemerintah dengan swasta (KPS) bukan merupakan praktik privatisasi, komersialisasi maupun monopoli. Sebab dalam kerja sama itu kepemilikan aset tetap oleh pemerintah.

"Selain itu target pelayanan pada KPS diatur oleh pemerintah, sedangkan pada privatisasi diatur oleh perusahaan. Penentuan biaya jasa pelayanan SDA juga diatur pemerintah sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Pengaturan Tarif Air Minum pada Perusahaan Daerah Air Minum," kata dia.

Agoes menjelaskan proses penetapan tarif air minum oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dilakukan secara transparan dan melibatkan masyarakat untuk mewujudkan pengelolaan dan pelayanan air minum berkualitas dengan harga terjangkau.

Sehingga dia menilai kebijakan pemerintah dalam UU SDA telah memberikan perlindungan kepada masyarakat serta menghindari praktik privatisasi maupun komersialisasi terhadap air.

Uji Materiil atas UU SDA diajukan oleh  Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Solidaritas Juru Parkir, Pedagang Kaki Lima, dan tokoh masyarakat,  antara lain Marwan Batubara, Adhyaksa Dault, Laode Ida, M. Hatta Taliwang, Rachmawati Soekarnoputri, dan Fahmi Idris.

Mereka menggugat Pasal 6 ayat (2), ayat (3), Pasal 7, Pasal 8 ayat (1), ayat (2), Pasal 9 ayat (1), Pasal 11 ayat (3), Pasal 29 ayat (3), Pasal 40 ayat (4) dan Pasal 49 UU SDA.

Menurut para pemohon sejumlah pasal dalam UU SDA itu cenderung membuka peluang privatisasi dan komersialisasi yang merugikan masyarakat.

Selain itu pemohon juga menilai UU SDA menciptakan pola pikir "profit-oriented" dengan mengusahakan keuntungan maksimum bagi para pemegang sahamnya. Hak Guna Pakai Air yang dirumuskan dalam UU SDA juga dinilai lebih bersifat penghormatan dan perlindungan terhadap swasta dan pengelola sumber air.

"Hak Guna Pakai Air hanya dinikmati oleh pengelola yang mengambil dari sumber air, bukan para konsumen yang menikmati air siap pakai yang sudah didistribusikan," kata dia. (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home