Terkait Tayangan HTI, TVRI Minta Maaf dan Tidak Mengulangi Lagi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memanggil Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia (LPP TVRI) pada hari Senin, 10 Juni 2013, di kantor KPI Pusat. TVRI diminta klarifikasi karena pada hari Kamis 6 Juni 2013 pukul 06.51 WIB menayangkan Muktamar Khilafah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang diadakan di Stadion Gelora Bung Karno pada hari Minggu 2 Juni 2013. Pembicara di acara muktamar itu mempermasalahkan Pancasila sebagai ideologi negara, nasionalisme, dan juga menolak demokrasi.
Seperti dikutip dari web KPI, klarifikasi sudah disampaikan saat pertemuan itu. TVRI datang diwakili oleh Direktur Program dan Berita, Irwan Hendarmin. TVRI beralasan pihaknya tidak ada maksud atau tujuan untuk melanggar prinsip-prinsip undang undang penyiaran. Karena itu, TVRI memohon maaf kepada semua pihak dan masyarakat Indonesia atas kesalahan tersebut. “Ini pelajaran bagi kami ke depan,” katanya di depan komisioner KPI Pusat yang hadir dalam pertemuan tersebut.
Menurut Idy Muzayyad, salah satu Komisioner KPI, TVRI merupakan saluran pemersatu bangsa milik negara. Sebagai lembaga penyiaran publik, TVRI harusnya lebih selektif dalam menyiarkan sebuah program acara. Tidak boleh program acara itu berisi muatan-muatan hal yang menentang, mempersoalkan prinsip-prinsip dalam konteks kebangsaan dan kenegaraan.
“Undang-Undang Penyiaran Nomer 32 tahun 2002 menyatakan bahwasanya arah dan tujuan penyiaran itu untuk memperkukuh integrasi nasional, menjunjung tinggi nilai demokrasi dan Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan sebagainya,” kata Idy Muzayyad, Komisioner di KPI Pusat. Lanjutnya, “Jadi kalau ada muatan-muatan yang bertentangan dengan itu tidak diperbolehkan.”
“KPI ini domainnya adalah lembaga penyiaran. Lepas dari HTI atau apapun, sepanjang dia tidak bersepakat atau mempersoalkan prinsip-prinsip kebangsaan yang utama itu harusnya tidak diberikan ruang,” kata Idy Muzayyad.
Orientasi HTI yang ingin membentuk Khilafah Islamiyah yaitu Negara Islam Internasional, pemerintahan Islam sedunia tidak sesuai dengan konteks ke-Indonesia-an dan prinsip ke-Islam-an yang dianut sebagian besar umat Islam di Indonesia yang secara faktual bisa juga menegakkan syariat Islam dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Jangan dikira cuma HTI yang menegakkan syariat Islam. Kelompok-kelompok Islam moderat, NU, Muhammadiyah, itu juga menegakkan syariat Islam, rukun iman rukun Islam tetapi dalam bingkai NKRI, berdasar Pancasila, ke-bhinneka-an.”
“Untuk waktu yang akan datang jangan sampai hal demikian dilakukan TVRI lagi, termasuk organisasi lain yang tidak sepaham dengan pondasi dasar kebangsaan Indonesia.” kata Idy Muzayyad.
Klarifikasi yang disampaikan TVRI akan menjadi catatan bagi KPI Pusat untuk dibahas dalam rapat pleno Komisioner KPI Pusat. Usai pertemuan itu, TVRI diminta untuk menandatangani berita acara yang dibuat legal KPI Pusat.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...