Terpecah Dua
SATUHARAPAN.COM – ”Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam” (Luk. 17:14). Demikianlah perintah Yesus kepada sepuluh penderita kusta yang tinggal di perbatasan Samaria dan Galilea. Perintah itu bukan tanpa alasan. Hanya imamlah yang berhak menilai apakah mereka tahir atau tidak. Sejatinya, dengan memerintahkan mereka untuk menemui imam, Yesus telah menyembuhkan mereka.
Penyembuhan itu memang tidak terjadi seketika. Dalam perjalanan menemui imam itulah perubahan fisik terjadi. Pada titik ini kelompok itu terpecah dua. Sebagian besar meneruskan perjalanan menemui imam, yang lainnya kembali untuk berterima kasih kepada Yesus.
Kita tak pernah tahu apa yang mereka percakapkan. Yang pasti, hanya satu orang yang menemui Yesus. Namun, janganlah kita cepat menuduh bahwa kesembilan penderita kusta itu tak tahu berterima kasih. Bagaimanapun, mereka ingin secepatnya mendapatkan pengesahan.
Pengesahan itu akan membuat mereka berkumpul kembali dengan keluarga. Pengesahan imam merupakan kunci penting dalam kehidupan mereka selanjutnya. Mungkin juga, mereka berpikir bahwa Yesus pasti memahami jalan pikiran mereka. Bukankah Yesus peduli akan nasib mereka?
Bagaimanapun juga, hanya seorang yang kembali. Bagi dia, persoalan pengesahan itu bisa menunggu. Dia hanya ingin memuliakan Allah. Dia menemui Yesus, tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya.
Alasan kedua golongan orang itu amat masuk akal. Kala ada dua pilihan sama benarnya, sama baiknya, dan sama tepatnya, yang harus menjadi bahan pertimbangan ialah mana yang tidak bisa menunggu? Dengan kata lain, mana yang harus diutamakan? Prioritas memang hanya satu.
Dan itulah yang dilakukan orang Samaria itu. Bagi dia, pertama, masalah pengesahan atas sakit kustanya bisa dicarikan waktu lain. bukankah dia telah sembuh meskipun belum sah secara agama? Kesembuhan lebih utama ketimbang penilaian imam.
Kedua, agaknya dia tahu bahwa Yesus adalah guru pengembara. Dia tak tahu kapan lagi bertemu Yesus. Dibandingkan para imam, Yesus jelas lebih sulit ditemukan.
Ketiga, orang Samaria itu agaknya berpendapat: ”Jangan tunda untuk melakukan apa yang baik!” Berterima kasih bukanlah hal yang bisa ditunda. Mengucapkan terima kasih merupakan hal utama. Mungkin, dia paham bahwa menunda mengucapkan terima kasih bisa membuat dia tak lagi berkesempatan mengucapkannya.
Editor : Yoel M Indrasmoro
Kekerasan Sektarian di Suriah Tidak Sehebat Yang Dikhawatirk...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penggulingan Bashar al Assad telah memunculkan harapan sementara bahwa war...