Memperjuangkan Berkat
Apalah manusia tanpa berkat Allah.
SATUHARAPAN.COM – Perumpamaan Yesus mengenai Janda dan Hakim menegaskan bahwa Allah adalah pribadi yang berbelas kasih (lih. Luk. 18:1-8). Dalam perumpamaan itu, terkesan bahwa janda itu memaksa hakim. Namun, sebenarnya janda itu tidak mungkin memaksa hakim. Dia hanya bisa memasrahkan diri kepada hakim tersebut.
Sama seperti Yakub yang bergumul dengan Allah di Sungai Yabok (lih. Kej. 32:22-31), janda itu sedang memperjuangkan berkat. Dan dia tidak berhenti memperjuangkannya. Mengapa? Karena apalah manusia tanpa berkat Allah.
Janda itu tahu bahwa dia hanya bisa berharap pada belas kasihan hakim itu. Janda itu tahu bahwa tanpa pembelaan dari hakim itu, dia tidak mungkin bisa hidup. Karena itulah dia terus berseru kepada hakim itu untuk membela perkaranya.
Itulah juga yang dinyatakan Chairil Anwar dalam bait terakhir dari puisiya Doa— ”Di pintu-Mu aku mengetuk. Aku tak bisa berpaling.” Chairil Anwar sepertinya tak mau berhenti mengetuk karena dia memang membutuhkan berkat Tuhan itu. Dia tahu hanya bisa—dan mau—berharap kepada Tuhan. Chairil juga tidak mau berpaling kepada yang lain. Tuhanlah andalannya.
Hingga kini Allah selalu menilik umat-Nya. Persoalannya: Apakah manusia mau mengandalkan-Nya? Mengandalkan Allah berarti menempatkan diri di bawah Allah dan hanya mengandalkan-Nya. Itu berarti mengutamakan kehendak Allah dalam setiap lini kehidupan.
Memang bukan perkara gampang. Dosa menjadikan manusia cenderung bersifat, bersikap, dan bertindak otonom. Dosa membuat manusia menafikan kehendak Allah dan lebih mengutamakan rasa dan rasio diri.
Itu jugalah panggilan setiap orang yang menyebut dirinya Kristen ’pengikut Kristus’. Pengikut tak pernah berjalan di depan. Dia mengikuti Kristus dari belakang dan menaati kehendak-Nya.
Editor : Yoel M Indrasmoro
Sindikat Uang Palsu di UIN Alauddin Makassar, Operasi Mulai ...
MAKASSAR, SATUHARAPAN.COM-Sindikat uang palsu di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar te...