Tim GKI di Palu: Desa Rogo Bersyukur Dapat Genset
Tim Gerakan Kemanusiaan Indonesia (Tim GKI) bekerja sama dengan Bala Keselamatan Korps Palu mengawali pelayanan di wilayah terdampak gempa dan tsunami Palu-Donggala pada 5 Oktober. Seusai melayani di Desa Jono dan Wisolo di Kecamatan Dolo Selatan, Kabupaten Sigi, Tim GKI berusaha menembus Desa Rogo, pada 9 Oktober, yang belum terjamah bantuan.
SATUHARAPAN.COM – Desa Rogo, di Kecamatan Dolo Selatan, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, termasuk daerah yang 99 persen terdampak ketika gempa bumi dan tsunami melanda Palu dan sekitarnya pada 28 September 2018. Desa itu belum bisa ditembus karena ada jembatan yang putus.
Tim Gerakan Kemanuiaan Indonesia dan Bala Keselamatan mendapatkan informasi itu pada 8 Oktober, satu hari setelah melayani warga terdampak bencana di Desa Wisolo. Desa Rogo hanya berjarak 15 kilometer dari Desa Wisolo, atau 55 kilometer dari Kota Palu. Tetapi, lain cerita jika berbicara jarak tidak terlalu jauh itu dalam kondisi tidak normal seperti saat ini.
Dari informasi yang diperoleh, Desa Rogo berpenduduk sekitar 1.800 jiwa, rata-rata petani atau pekebun, dan buruh tani. Dari jumlah itu, seperti dikemukakan Mayor Suprayitno, Komandan Divisi Wilayah Palu Barat Gereja Bala Keselamatan Palu, anggota jemaat Bala Keselamatan di Rogo tercatat 30 keluarga dengan jumlah total 120 jiwa. “Banyak anak di sini,” kata Suprayitno dalam rekaman perbicangan dengan Pdt Nanang, pendeta GKI Mangga Besar Jakarta, yang mengemban tugas menjadi koordinator lapangan saat itu.
“Karena berdasarkan informasi belum bisa dilalui roda empat, Pnt Agus Satyakrama, anggota Tim GKI, didampingi pengurus setempat mengupayakan menyewa sepeda motor untuk sampai di Rogo,” kata Pdt Nanang kepada Satuharapan.com.
Namun, pada saat bersiap-siap menuju Rogo, datang informasi jembatan sudah dapat dilalui. Warga berusaha secara swadaya mengakali agar jembatan itu dapat dilalui kendaraan roda empat. Tim pun menyiapkan mobil.
Tim GKI dan Bala Keselamatan akhirnya sampai di jembatan yang patah di bagian ujungnya itu. Warga menimbunnya dengan batang kelapa supaya dapat dilalui kendaraan.
“Kuatkah jembatan darurat itu? Mendebarkan juga, karena saya bawa (mengemudikan, Red) salah satu mobil. Semua menahan napas. Berdoa. Akhirnya bisa lewat juga. Meskipun gardan mobil menyentuh bagian jembatan patah yang menyembul. Mungkin kendaraan kamilah yang pertama kali melaluinya,” Pdt Nanang tertawa mengenang pengalamannya menjadi off-road driver dadakan.
Bersyukur Mendapatkan Genset
Kesulitan belum berakhir. Jalan yang rusak parah menyebabkan tim harus meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki menuju permukiman. Sepanjang pengamatan Pdt Nanang, Desa Rogo mengalami kerusakan parah. Warga mendirikan hunian sementara seadanya.
Memasuki hari ke-12 setelah gempa, sampai 9 Oktober, aliran listrik masih terputus. Bukan hanya harus gelap di malam hari tanpa lampu listrik dan tanpa informasi karena ketiadaan sambungan telepon, warga juga menghadapi kelangkaan air bersih dan harus jauh berjalan kaki mencari air bersih.
“Bersyukur kami dapat melakukan pelayanan di Rogo,” kata Pdt Nanang. Tim GKI menggelar pemeriksaan kesehatan. Suprayitno mengatakan, masih mengharapkan bantuan susu untuk anak-anak.
Tim GKI menyerahkan bantuan genset bagi jemaat Bala Keselamatan di Rogo. “Saya menolong mereka memasang instalasi listriknya dan mengajari pemimpin jemaat untuk menyalakan genset itu. Begitu menyala, gembala sidang itu mengucapkan terima kasih lebih dari sepuluh kali. Saya katakan cukup sekali saja, dan harus ditujukan kepada Tuhan. Eh, tetap saja, sampai pulang mereka terus mengucapkan terima kasih,” Pdt Nanang mengenang.
“Bagi kami, melihat air muka gembala yang begitu gembira, seluruh kelelahan hari itu mencari genset, menyetir pikap sendiri menembus jalan yang masih porak-poranda, hilang seketika,” ia menambahkan.
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...