Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 09:55 WIB | Senin, 05 September 2016

Tim KLKH yang Disandera Sudah Bebas

Ilustrasi: Tim penyelidik KLHK menemukan areal terbakar mencapai 600 hektare di lokasi pertama yang dikuasai PT APSL. (Foto: bbc.com)

RIAU, SATUHARAPAN.COM -  Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, KLHK, menyayangkan kasus penyanderaan tim penyelidik mereka oleh sekelompok orang di Provinsi Riau.

Menurut KLHK, tim penyelidik yang terdiri atas tujuh orang dicegat dan disandera sejumlah orang setelah memasang papan penyegelan, memotret, serta membuat film, dengan menggunakan kamera drone di lokasi perkebunan milik PT Andika Permata Sawit Lestari, APSL, pada Jumat (2/9) siang.

"Ketika keluar dari lokasi, mereka dihadang oleh sekelompok orang. Mereka tidak mengizinkan tim kami keluar dari lokasi," kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Saleh, kepada BBC Indonesia, Minggu (4/9).

Sekelompok orang itu, kemudian meminta tim penyelidik untuk mencabut papan segel dan menghapus foto-foto dan video dari kamera.

Tim itu diturunkan ke lokasi yang dikuasai PT APSL di Rokan Hulu, Provinsi Riau, menurut Rasio, karena salah-satu sumber titik api penyebab kabut asap diduga dari lokasi tersebut.

Dalam keterangan tertulisnya, KLHK menyebut massa tersebut mengancam tim saat proses penyanderaan. "Tim KLHK diancam akan dipukuli, dilempar ke sungai, dibunuh dengan cara dibakar, kata mereka," kata Rasio Ridho Saleh.

Menteri LHK, Siti Nurbaya, mengatakan kasus penyanderaan itu merupakan tindakan melawan hukum yang merendahkan kewibawaan negara.

Setelah melalui negosiasi panjang yang melibatkan kepolisian setempat, kelompok penyandera melepaskan tujuh orang tersebut sekitar pukul 02.30 WIB, Sabtu (3/0) dini hari.

Warga Menolak Dituduh Membakar

Menurut wartawan Kantor berita Antara di Riau, Rian Anggoro, berdasarkan keterangan kepolisian setempat, orang-orang yang menyandera adalah warga yang tinggal di sekitar lokasi PT APSL.

"Warga itu keberatan karena kehadiran tim penyelidik (KLHK) seperti menempatkan warga sebagai pelaku," kata Rian kepada BBC Indonesia.

Tim penyelidik KLHK, menemukan areal terbakar mencapai 600 hektare di lokasi pertama yang dikuasai PT APSL.

Padahal, katanya, warga mengaku mereka adalah korban akibat kebakaran itu sendiri. "Karena mereka mengklaim lahan itu bukan lahan pembukaan baru," kata Rian.

Keterangan warga itu, bertolak belakang dengan temuan satgas kebakaran lahan Riau yang mengatakan lahan itu pembukaan baru untuk kelapa sawit yang masif.

"Jadi, ada beberapa versi yang menyebabkan insiden itu terjadi," kata Rian Anggoro.

Dalam keterangan tertulisnya, Kementerian LHK mengatakan, tim penyelidik menemukan areal terbakar mencapai 600 hektare di lokasi pertama yang dikuasai PT APSL.

Mereka menduga kebakaran di lokasi APSL mencapai 2.000 hektare, tetapi tim kesulitan untuk mencapai lokasi lainnya karena asap cukup tebal.

"Fakta lahan sawit yang terbakar sangat luas dan masih berasap. Mayoritas merupakan kebun sawit di dalam areal hutan produksi. Artinya semua aktkvitas di lokasi tersebut ilegal," kata KLHK.

Dalam kasus kebakaran hutan dan lahan, KLHK sejauh ini telah menjatuhkan sanksi adminsitratif pada 34 perusahaan.

Mereka juga mengatakan, telah mengeluarkan peringatan keras pada 115 perusahaan, serta sekitar 15 perusahaan dalam proses pengadilan atau perdata.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home