Tinggalkanlah Rasa Takut Itu!
Ia bahagia menyaksikan orang lain bahagia.
SATUHARAPAN.COM – Sebentar lagi kita akan meninggalkan 2016—tahun yang diliputi rasa takut. Kita takut terhadap ancaman tindakan intoleran. Kita takut terhadap sesama anak bangsa yang tidak menghormati hukum positif. Kita juga takut kalau-kalau ada yang mengganggu umat Kristen dalam merayakan Natal. Pendek kata, 2016 seolah-olah tahun penuh ketakutan.
Dalam situasi macam begini saling curiga pun dengan gampang tumbuh subur di hati setiap warga negara. Jika kondisi psikologis seperti ini terus berlanjut, maka dengan mudah kondisi psikologis ini berubah menjadi sikap saling membenci satu sama lain. Dan lebih celaka lagi kalau sikap saling membenci itu diberi nuansa agama. Itu akan menjadi daya perusak kehidupan sosial keindonesiaan kita yang harmonis. Sebab orang akan dengan gampang melakukan tindakan kekerasan terhadap sesamanya karena meyakininya sebagai kehendak Allah. Sejatinya rasa takut itu adalah rahim dari sikap intoleransi dan kekerasan.
Orang yang selalu diliputi rasa takut sulit untuk berpikir jernih dan juga tidak lagi memiliki sikap autokritik. Pikiran dan hatinya selalu diliputi kegelapan. Sehingga bukan saja dengan gampang ditipu oleh ajakan-ajakan dan janji-janji palsu, melainkan juga tidak lagi memiliki kemampuan untuk menilai dirinya sendiri. Ia selalu yang benar dan orang lain sebagai yang salah.
Kegagalannya pun kemudian ditimpakannya kepada orang lain. Seolah-olah dia gagal karena orang lain. Orang lain—meminjam ungkapan Paul Satre—adalah neraka bagi dirinya, bukan sesama gambar Allah. Itulah sebabnya perlu dilenyapkan dari hadapannya dan dari kehidupan bersama sebagai sesama warga masyarakat. Pendek kata, orang yang diliputi rasa takut bukan saja merusak dirinya sendiri, tetapi juga orang lain.
Di sinilah kita memahami pesan Natal bersama Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI): ”Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu, kesukaan besar bagi seluruh bangsa” (Luk. 2:10b). Kita sependapat dengan PGI dan KWI. Karena, sekali lagi, rasa takut akan menjadi rahim bagi kebencian, sikap intoleran dan kekerasan! Oleh karena itu, tinggalkanlah rasa takut itu! Jalani dan hayatilah kehidupan ini penuh sukacita!
Orang yang diliputi sukacita akan selalu membagikan keramahan dan sikap toleran serta nirkekerasan. Orang yang diliputi sukacita—contohnya para gembala—akan mengambil keputusan bijaksana dalam jalan hidupnya. Ia tidak akan diperdaya oleh kuasa mana pun. Ia tidak dapat dimanipulasi. Ia bahagia ketika menyaksikan orang lain bahagia. Kesuksesan orang lain tidak dilihat sebagai ancaman, tetapi menjadi sumber inspirasi untuk membahagiakan hidupnya dengan meneladani keberhasilan sesamanya. Kebahagiaan sesama adalah kebahagiaannya juga!
Selamat Memasuki Tahun Rahmat 2017!
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
Polusi Udara Parah, Pengadilan India Minta Pembatasan Kendar...
NEW DELHI, SATUHARAPAN.COM-Pengadilan tinggi India pada hari Jumat (22/11) memerintahkan pihak berwe...