Tiongkok Anggap Brexit Buat Pasar Tak Menentu
BEIJING, SATUHARAPAN.COM – Menteri Keuangan Tiongkok Lou Jiwei mengatakan keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) telah meningkatkan ketidakmenentuan dalam pasar namun menggambarkan reaksi pasar belakangan ini sebagai berlebihan karena implikasi nyatanya baru akan terasa lima sampai sepuluh tahun ke depan.
Lou Jiwei mengeluarkan pernyataan ini pada pertemuan tahunan pertama Bank Investasi Infrastruktur Asia di Beijing.
"Keputusan Brexit akan menciptakan bayangan pada perekonomian global. Dampak dan kejatuhannya akan terasa pada lima atau sepuluh tahun mendatang," kata Lou.
"Sulit memprediksinya sekarang ini. Reaksi spontan dari pasar mungkin sedikit berlebihan dan memerlukan peredaan dan pandangan yang objektif," sambung dia seperti dikutip Reuters.
Pasar saham di seluruh dunia amblas saat referendum Brexit, sedangkan nilai tukar Sterling juga anjlok.
Sebelumnya, rakyat Inggris memutuskan keluar dari keanggotaannya di Eropa setelah sejak tahun 1973 bergabung melalui sebuah referendum Brexit atau Inggris keluar dari Uni Eropa (UE).
Dalam referendum Brexit yang digelar hari Kamis (23/6) dan hasil pengumpulan dan penghitungan suara akhir pada hari Jumat (24/6) pagi waktu setempat menyatakan sebanyak 52 persen rakyat Inggris memilih keluar dari UE. Jumlah suara yang memilih Inggris tetap berada di UE mengumpulkan 48 persen.
Dikutip dari BBC, Pemimpin Partai Kemerdekaan Inggris (UK Independence Party/UKIP) Nigel Farage menyebut hasil referendum sebagai "hari kemerdekaan" Inggris.
Nigel Farage -yang telah berkampanye selama 20 tahun terakhir untuk Inggris supaya meninggalkan Uni Eropa- mengatakan kepada para pendukungnya, "Ini menjadi kemenangan bagi orang biasa, bagi orang-orang yang layak".
Sementara itu mata uang pound jatuh ke tingkat terendah terhadap dolar sejak 1985 sebagai akibat reaksi pasar terhadap hasil tersebut.
Sebanyak 46.499.537 orang terdaftar mengikuti referendum tentang UE kedua ini -sebelumnya tahun 1975-, dan menjadi rekor terbanyak dalam partisipan yang memberikan suara pemilu Inggris selama ini.
Bahkan Perdana Menteri Inggris, David Cameron, mengumumkan mengundurkan diri setelah rakyat Inggris menolak seruannya dan memilih untuk keluar dari Uni Eropa.
"Keinginan rakyat Inggris adalah perintah yang harus dijalankan," kata dia, sebagaimana dikutip dari The Guardian hari ini (24/6).
Ia berjanji akan tetap di posisinya sampai beberapa bulan mendatang untuk "mengamankan kapal." Tapi, "Saya kira tidak tepat bagi saya untuk menjadi kapten yang mengarahkan negara kita ke tujuan berikutnya," kata dia. (AFP)
Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum
Mencegah Kebotakan di Usia 30an
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Rambut rontok, terutama di usia muda, bisa menjadi hal yang membuat frust...