Tiongkok Hapus Batas Masa Jabatan Presiden
BEIJING, SATUHARAPAN.COM – Kongres Rakyat Nasional Tiongkok meloloskan sebuah rancangan revisi konstitusi untuk menghapus batas masa jabatan 10 tahun bagi presiden Tiongkok, Kantor Berita NHK melaporkan.
Perubahan itu disahkan dalam Kongres Rakyat Nasional -yang merupakan parlemen Cina- yang berakhir hari Minggu (11/3), seperti dilaporkan BBC.
Dengan keputusan itu, Presiden Xi Jinping akan tetap bisa menjabat setelah jabatan lima tahun keduanya berakhir pada 2023 mendatang.
Dalam beberapa dekade terakhir, seperti dilansir BBC, semua pemimpin Tiongkok menjabat dua kali periode atau dua kali lima tahun.
Pembatasan yang dicabut oleh parlemen, yang dengan sendirinya membuka lebar-lebar kemungkinan Xi Jinping menjadi presiden seumur hidup.
Hanya dua delegasi yang menentang perubahan itu, tiga orang abstain, sementara sisanya yaitu 2.964 suara setuju.
Kongres Rakyat Nasional biasanya hanya menjadi pengesahan rancangan yang sudah disiapkan Partai Komunis Tiongkok.
Pembatasan masa jabatan selama 10 tahun ditetapkan oleh Deng Xiaoping pada 1980-an untuk menghindari terulangnya kembali kekacauan di era Mao, yang memerintah lebih dari 30 tahun.
Dua pendahulu Xi Jinping mengikuti pola suksesi yang teratur, namun Xi, sejak berkuasa, sudah memperlihatkan ingin memiliki peraturan sendiri.
Diusulkan Partai Komunis Tiongkok
Penghapusan pasal pembatasan masa jabatan presiden itu diusulkan oleh Partai Komunis Tiongkok yang berkuasa penuh di negara itu.
Kongres Rakyat Nasional biasanya lebih merupakan pengesahan atas usulan-usulan yang sudah lebih dulu disiapkan partai.
Lahir pada tahun 1953, Xi merupakan putra dari salah seorang pendiri Partai Komunis. Dia bergabung dengan partai pada tahun 1974 dan menapak karier hingga menjadi presiden pada tahun 2013.
Di bawah kepemimpinannya, Tiongkok menempuh reformasi ekonomi, kampanye antikorupsi yang tegas, dan kebangkitan nasionalisme, namun dengan pemberangusan hak-hak asasi.
Upaya pemberantasan korupsi -yang populer di kalangan rakyat bawah- agaknya memang menjadi faktor penting dalam membuka peluang bagi Xi untuk tetap menjabat presiden setelah berakhirnya masa jabatan keduanya tahun 2023 mendatang.
“Salah satu tugas terbesarnya setelah dia berkuasa adalah mencabut semua ancaman atas partai dan negara. Untuk melakukan itu, tidak cukup baginya jika hanya menjabat dua periode,” jelas Hua Po, pengamat politik di Beijing kepada Kantor Berita AFP.
Hua Po, dikutip dari BBC, berpendapat jika Xi mengalihkan kekuasaan pada akhir masa jabatan keduanya, “Kemungkinan besar kekuasaan akan kembali ke tangan-tangan korup dan kelas elite sehingga semua upaya dalam beberapa tahun akan percuma.”
Bagaimanapun sejumlah pengamat melihat upaya Presiden Xi dalam memberantas korupsi juga digunakan untuk menggeser lawan-lawan politiknya, walau anggapan itu dibantah keras para pendukungnya.
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...