Tiongkok Resmi Akhiri Kebijakan Satu Anak
BEIJING, SATUHARAPAN.COM – Tiongkok secara resmi mengakhiri kebijakan satu anak pada hari Senin (27/12). Hal ini ditandai dengan pengesahan ke dalam hukum bagi semua pasangan menikah memungkinkan memiliki anak kedua. Hal itu sebagai upaya untuk mengatasi populasi warga yang makin tua dan menyusutnya tenaga kerja.
Perubahan, yang diumumkan pada bulan Oktober oleh Partai Komunis yang berkuasa itu, berlaku dari 1 Januari, kantor berita Xinhua. Semua pasangan suami istri akan diizinkan untuk memiliki anak kedua, tetapi undang-undang mempertahankan batasan atas kelahiran tambahan.
‘’Kebijakan satu anak", dilembagakan pada akhir 1970-an, membatasi kebanyakan pasangan hanya boleh memiliki keturunan tunggal. Aturan ini berlaku selama bertahun-tahun dan pemerintah berpendapat bahwa itu adalah sumbangan uatama bagi booming pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang telah mencegah sekitar 400 juta kelahiran.
Aturan itu ditegakkan oleh komisi nasional khusus dengan sistem denda bagi pelanggar dan aborsi sering dilakukan secara paksa. Banyak kasus menimbulkan kesedihan bagi calon orangtua.
Tiongkok, negara dengan penduduk tertinggi di dunia, 1,37 miliar jiwa.
Kebijakan ini menyebabkan banuyak kasus aborsi, selektif jender atau pembunuhan bayi dengan menargetkan perempuan, terkait pandangan sosial selama berabad-abad yang mengutamakan anak laki-laki.
Keluarga di pedesaan sudah diperbolehkan memiliki dua anak jika yang pertama adalah seorang perempuan. Sementara etnis minoritas diizinkan memiliki keturunan tambahan, sehingga dijuluki kebijakan "satu dan setengah anak."
Sebagai akibatnya, penduduk Tiongkok, populasi terbesar di dunia dengan total1,37 miliar jiwa, sekarang menjadi makin banyak yang berusia tua. Terjadi ketidakseimbangan jender yang parah, dan tenaga kerja menyusut.
Keprihatinan ini menyebabkan reformasi terbatas pada tahun 2013, termasuk memungkinkan pasangan untuk memiliki dua anak jika salah satu dari mereka adalah anak tunggal. Namun demikian relatif sedikit warga yang mengambil kesempatan itu, karena pendapatan mereka yang terbatas dan biaya hidup yang lebih tinggi.
Para ahli mengatakan bahwa pergeseran ke kebijakan dua anak mungkin dampaknya terlalu kecil, dan terlambat untuk mengatasi krisis populasi Tiongkok. Pemerintah tidak mungkin membongkar mekanisme penegakan atas kontrol reproduksi, karena kepentingan birokrasi yang sangat mengakar.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...