Tips Mengurus Akta Jual Beli Tanah dan Bangunan
SATUHARAPAN.COM - Menurut Undang-undang Pokok Agraria (UUPA), jual beli adalah proses yang dapat menjadi bukti adanya peralihan hak dari penjual kepada pembeli. Prinsip dasarnya adalah terang dan tunai, yakni dilakukan di hadapan pejabat umum yang berwenang dan dibayarkan secara tunai.
Yang dimaksud dengan Akta Jual Beli (AJB) adalah bukti otentik secara hukum bahwa Anda sudah membeli tanah atau bangunan dari pihak penjual secara lunas, yang sudah disahkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) setempat, dan telah dibayar lunas. Jika harga jual beli tanah belum dibayar lunas, maka pembuatan AJB belum dapat dilakukan. Secara hukum, peralihan hak atas tanah wajib dilakukan melalui PPAT dan tidak dapat dilakukan di bawah tangan.
Namun, sebelum transaksi jual beli itu dilakukan, PPAT akan memberikan penjelasan mengenai prosedur dan syarat-syarat yang perlu dilengkapi, baik oleh penjual maupun pembeli. Simak syarat-syarat tersebut berikut ini:
Prosedur dan Syarat Penandatanganan Akta Jual Beli (AJB)
Pihak Penjual: fotokopi KTP (apabila sudah menikah maka fotokopi KTP suami dan istri); Kartu Keluarga (KK); foto kopi Surat Nikah; Sertifikat Hak Atas Tanah yang akan dijual (meliputi Sertifikat Hak Milik, Sertifikat Hak Guna Bangunan, Sertifikat Hak Guna Usaha, Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun),
Selain itu Bukti Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 5 tahun terakhir; NPWP; fotokopi Surat Keterangan WNI/ganti nama (bila ada untuk WNI keturunan); Surat bukti persetujuan suami istri (bagi yang sudah berkeluarga); Jika suami/istri penjual sudah meninggal maka yang harus dibawa adalah akta kematian; Jika suami istri telah bercerai, yang harus dibawa adalah Surat Penetapan dan Akta Pembagian Harta Bersama yang menyatakan tanah/bangunan adalah hak dari penjual dari pengadilan.
Pihak Pembeli: fotokopi KTP (apabila sudah menikah maka fotokopi KTP suami dan istri); Kartu Keluarga (KK); Surat Nikah; Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Proses Pembuatan AJB di Kantor PPAT
Persiapan
Sebelum membuat AJB, PPAT akan melakukan pemeriksaan mengenai keaslian sertifikat ke kantor Pertanahan.
Penjual harus membayar pajak penghasilan /PPh, sedangkan pembeli diharuskan membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dengan ketentuan sebagai berikut: Pajak Penjual (PPh = NJOP/Harga Jual x 5 persen Pajak Pembeli (BPHTB) = {NJOP/Harga Jual – Nilai Tidak Kena Pajak} x 5 persen)
NJOP adalah singkatan dari Nilai Jual Objek Pajak, yakni harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar.
Calon pembeli dapat membuat surat pernyataan dengan membeli tanah tersebut, maka tidak lantas menjadi pemegang Hak Atas Tanah yang melebihi ketentuan batas luas maksimum.
PPh maupun BPHTB dapat dibayarkan di bank atau kantor pos. sebelum PPh dan BPHTB dilunasi maka akta belum dapat dibayarkan. Biasanya untuk mengurus pembayaran PPh dan BPHTB dibantu oleh PPAT bersangkutan.
Mengecek apakah jangka waktu Hak Atas Tanah sudah berakhir atau belum. Sebab untuk Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) ada jangka waktunya. Jangan sampai membeli tanah SHGB/SHGU dengan kondisi sudah jatuh tempo.
Mengecek apakah di atas tanah yang akan dibeli ada hak yang lebih tinggi. Misalkan, tanah yang akan dibeli adalah tanah SHGB yang di atasnya ada Hak Pengelolaan (HP). Maka penjual dan pembeli harus meminta izin dahulu kepada pemegang Hak Pengelolaan tersebut.
Mengecek apakah rumah yang akan dibeli pernah menjadi jaminan kredit dan belum dilakukan penghapusan (Roya) atau tidak. Apabila pernah maka harus diminta Surat Roya dan Surat Lunas dari penjual agar nantinya bisa balik nama.
Pembuatan Akta Jual Beli (AJB)
Pembuatan AJB harus dihadiri penjual dan pembeli (suami istri bila sudah menikah) atau orang yang diberi kuasa dengan surat kuasa tertulis.
Dihadirkan sekurang-kurangnya dua saksi.
PPAT akan membacakan dan menjelaskan isi Akta. Bila pihak penjual dan pembeli menyetujui isinya maka Akta akan ditandatangani oleh penjual, pembeli, saksi dan PPAT.
Akta dibuat dua lembar asli, satu disimpan oleh PPAT dan satu lembar lain akan diserahkan ke Kantor Pertanahan untuk keperluan Balik Nama. Salinannya akan diberikan pada pihak penjual dan pembeli.
Proses Ke kantor Pertanahan
Setelah AJB selesai di buat, maka PPAT menyerahkan berkas AJB ke kantor Pertanahan untuk Balik Nama. Penyerahan berkas AJB harus dilakukan selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak ditandatangani.
Adapun berkas-berkas yang diserahkan meliputi: Surat Permohonan Balik Nama yang telah ditandatangani pembeli, Akta Jual Beli dari PPAT, Sertifikat Hak Atas Tanah, foto copi KTP penjual dan pembeli, bukti lunas pembayaran PPh dan BPHTB
Proses di kantor pertanahan adalah sebagai berikut:
Setelah berkas diserahkan di Kantor Pertanahan, maka akan ada tanda bukti penerimaan yang akan diserahkan kepada pembeli.
Nama pemegang hak lama (penjual) akan dicoret dengan tinta hitam dan diberi paraf oleh Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk.
Nama pembeli, selaku pemegang hak baru atas tanah akan ditulis pada halaman dan kolom yang ada pada buku tanah dan sertifikat, dengan pembubuhan tanda tangan Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk.
Dalam waktu 14 hari, pembeli berhak mengambil sertifikat yang sudah balik atas nama pembeli di Kantor Pertanahan setempat.
Tanah Warisan, apabila suami/istri atau keduanya yang namanya tercantum dalam sertifikat sudah meninggal dunia, dan ahli warisnya akan melakukan jual beli maka tanah tersebut harus dibalik nama terlebih dahulu atas nama ahli waris. Selain itu, Sebelum melakukan proses jual beli seperti di atas, data tambahan yang diperlukan adalah sebagai berikut :
Surat Keterangan Waris, untuk WNI pribumi, Surat Keterangan Waris yang diajukan disaksikan dan dibenarkan oleh Lurah yang dikuatkan Camat.
Untuk WNI keturunan, Surat Keterangan Waris dari Notaris, fotokopi KTP seluruh Ahli Waris, fotokopi Kartu Keluarga (KK), fotokopi Surat Nikah, Seluruh ahli waris harus hadir untuk tanda tangan AJB, atau Surat Persetujuan dan kuasa dari seluruh ahli waris kepada salah seorang di antara mereka yang dilegalisasi oleh Notaris (dalam hal tidak bisa hadir), Bukti Pembayaran BPHTB waris (pajak Ahli Waris) di mana besarnya adalah 50 persen dari BPHTB jual beli setelah dikurangi dengan nilai tidak kena pajaknya. (konsultasi-hukum-online.com/www.legalakses.com)
Editor : Bayu Probo
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...