TNI Dukung Konsolidasi Demokrasi Indonesia
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Mantan Kepala Staf Teritorial (Kaster) Tentara Nasional Indonesia (TNI), Agus Widjojo mengatakan TNI harus menjadi salah satu pendukung utama proses konsolidasi demokrasi Indonesia.
"Bentuk nyata dari dukungan TNI adalah dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat sipil untuk mengurusi persoalan sosial politik dalam kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan," kata Agus dalam acara bedah buku "Militer dan Demokrasi Pemikiran Letjen (Purn) Agus Widjojo tentang reformasi TNI dalam konsolidasi Demokrasi di Indonesia" di Auditorium Graha William Suryadjadjaja, Universitas Kristen Indonesia (UKI), Jakarta, Rabu (20/5).
Dalam rangka melaksanakan fungsi ini, lanjut Agus, sipil harus siap melakukan kontrol secara obyektif, bukan kontrol secara subyektif atas TNI. "Bentuk kontrol yang obyektif diarahkan pada pemahaman sipil yang cukup baik terhadap eksistensi lembaga militer dan kesanggupan elite sipil yang menduduki jabatan kenegaraan itu untuk menyiapkan regulasi anggaran militer yang memadai," kata dia.
Menurut Agus Widjojo, militer Indonesia tidak pernah melakukan kudeta, namun masuknya militer dalam wilayah politik kenegaraan disebabkan oleh ketidakmampuan kalangan sipil dalam mengelola negara.
"Presiden Soekarno adalah tokoh sipil pertama yang mengajak masuk militer dalam kehidupan politik, dengan konsep negara kekeluargaan, di mana militer sebagai salah satu elemen negara berhak dimasukkan sebagai kelompok kekaryaan," kata dia.
Agus Widjojo sangat mengkhawatirkan kalangan sipil yang mengajak militer untuk memainkan peran politik. Asumsi Agus, banyak lembaga-lembaga sebagai media penting rekruitmen politik sipil seperti partai politik dikendalikan oleh banyak purnawirawan.
"Semakin sedikit TNI terlibat dalam pengambilan keputusan politik di luar fungsi pertahanan dan keamanan nasional, dalam masa transisi demokrasi, maka semakin besar konstribusi TNI bagi proses demokratisasi di Indonesia," kata dia.
Agus Widjojo mengusulkan adanya regulasi dan implementasi kebijakan pertahanan di bidang industri militer, sebagai kebutuhan mendesak di saat Indonesia mengalami kemajuan di bidang ekonomi dewasa ini. "Idealnya, pembangunan politik, ekonomi dan sosial harus dibarengi dengan modernisasi pertahanan termasuk industri pertahanan negara," kata mantan Kaster TNI itu.
Sementara itu, penulis buku sekaligus dosen FISIPOL UKI, Sidratahta Mukhtar mengatakan di antara berbagai lembaga negara yang mengalami reformasi, TNI merupakan lembaga pertahanan negara yang relatif lebih cepat mengalami perubahan internal.
"Perubahan yang akseleratif di tubuh TNI menunjukkan kesiapan sumber daya personel dan kelembagaan di dalamnya," kata Sidratahta.
Dalam transisi menuju demokrasi yang sedang berlangsung, lanjut Sidratahta, TNI memilih langkah reformasi secara gradual. "Langkah nyata yang dilakukan antara lain dengan melakukan reposisi, refungsionalisasi dan restrukturisasi lembaga-lembaga di dalam tubuh TNI. Salah satu yang monumental adalah pemisahan diri dari dunia pokitik, dan bertekad kembali sebagai militer profesional yang hanya mengurusi masalah pertahanan dan keamanan negara."
Terkait buku yang ditulisnya, menurut Sidratahta gagasan yang penting dari pemikiran Agus Widjojo adalah diperlukan adanya regulasi pemerintahan Joko Widodo Jusuf Kalla saat ini dalam rangka pembentukan kementerian keamanan dalam negeri.
“Pendekatan lintas sektoral untuk misi keamanan dalam negeri, terorisme, dan yang terkait diperlukan agar tata kelola keamanan dalam negeri dapat dilakukan secara efisien dan demokratis,” kata Sidratahta.
Selanjutnya Arissetyanto Nugroho, pengamat manajemen Pertahanan, mengatakan kemampuan TNI untuk beradaptasi menjaga stabilitas merupakan hasil dari manajemen di dalam TNI yang tertib organisasi.
"Keputusan yang dibuat oleh pimpinan tidak serta merta hasil dari pemikiran pimpinan seorang, namun melalui proses konsultasi di lapangan yang kemudian hasilnya disampaikan kepada jajaran yang lebih tinggi sesuai garis komando," kata dia.
"Pemimpin di dalam TNI sendiri selalu melakukan proses pertimbangan dengan anggota timnya sesuai kekinian situasi," kata Rektor Universitas Mercu Buana itu.
Menurut Arissetyanto, pola organisasi dan kepemimpinan TNI berdasarkan prinsip manajemen merupakan pemimpin demokraktik yang cenderung mendelegasikan otoritas kepada orang lain, mendorong partisipasi, dan mengandalkan kekuatan, memberikan konsultasi keahlian yang dimilikinya untuk mengatur bawahan.
"Pemimpin demokratik ini mempunyai karakteristik mendasar yaitu dengan melakukan proses pembuatan keputusan yang kolektif, dengan arahan pemimpin tersebut," kata dia.
Dalam acara bedah buku ini, Setya Bangun, Guru Besar dan Dekan Fakultas Sastra UKI menjelaskan aspek metodologi atau tampilan buku berdasarkan ketentuan Dikti. Sementara Silmy Karim, Dirut PT PINDAD Persero,Penulis Buku Industri Pertahanan Strategis membahas tentang peran teknologi dan militer. Pembicara lainnya, Burhan D. Magenda, Guru Besar ilmu Politik dan Pertahanan FISIP UI memaparkan terkait dwifungsi ABRI dan sejarah TNI di Indonesia.
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...