Tokoh Intelektual Uyghur Dihukum Penjara Seumur Hidup
URUMQI, SATUHARAPAN.COM – Pengadilan Tiongkok menghukum penjara seumur hidup tokoh intelektual Uyghur karena melakukan tindak separatisme hari Selasa (23/9). Ilham Tohti, akademisi Uyghur, merupakan penentang kebijakan pemerintah terhadap minoritas Uyghur di Xinjiang.
Koresponden BBC Damian Grammaticas di Beijing mengatakan Tiongkok mengambil langkah keras terhadap orang yang dituduh separatis. Amnesty International menyebut vonis ini menyedihkan.
Tohti menyangkal tuduhan itu, ia telah ditahan sejak Januari. Uni Eropa, AS dan PBB menyerukan pembebasan Tohti.
Pengdilan Rakyat Menengah Urumqi memutuskan Tohti bersalah, setelah ia menjalani hukuman percobaan yang berakhir pekan lalu. Pengacara Tohti, Li Fangping, mengatakan kepada BBC Tiongkok bahwa kliennya berteriak “aku tidak akan menyerah !” karena ia langsung ditahan setelah putusan pengadilan. Li menambahkan, Tohti akan mengajukan banding.
“Tohti mengatakan kepada kami bahwa ia tidak peduli terhadap putusan, ia tidak akan marah atau membalas dendam. Tidak peduli apakah ia berada di penjara atau jika ia dibebaskan di masa depan, ia masih mendukung dialog antara etnis Uyghur dan Han,” kata Li.
“Pengadilan juga memerintahkan semua uang dan properti milik Tohti disita,” kata Li.
Dalam beberapa tahun terakhir Xinjiang mengalami peningkatan ketegangan antara etnis Uyghur dan Han, pengamat mengatakan putusan ini akan semakin meningkatkan ketegangan di Xinjiang.
Pemerintah Tiongkok menyalahkan separatis Uyghur atas serangkaian serangan yang menyebabkan ratusan orang tewas.
Pengamat mengatakan serangan disebabkan oleh pembatasan praktek budaya dan agama Uyghur yang telah memicu kekerasan. Tohti ditahan setelah ia mengkritik respon keras Tiongkok serangan bom mobil bunuh diri di dekat Lapangan Tiananmen yang pelakunya berasal dari etnis Uyghur dari Xinjiang.
“Jaksa mendakwa Tohti melakukan kegiatan separatis termasuk mempromosikan kemerdekaan di situs web miliknya,” kata pengacara Tohti.
Amnesty International mengatakan putusan itu merupakan penghinaan terhadap pengadilan dan penuh kecurangan hukum. “Kuasa hukum ditolak melihat bukti perkara dan tidak dapat memenuhi Tohti selama enam bulan. Salah satu pengacara Tohti juga dipaksa berhenti menangani kasus karena tekanan politik,” kata Amnesty International.
Liu Xiaoyuan, pengacara Tohti, mengatakan kepada BBC beberapa personel kedutaan asing tidak diizinkan masuk ke pengadilan untuk melihat proses pengadilan. (bbc.com)
Editor : Bayu Probo
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...