Tokoh Lintas Agama Tuntut Batalkan Budi Gunawan Kapolri
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Tokoh lintas agama meminta Presiden Joko Widodo tidak sekadar menunda rencana pelantikan Komisaris Jenderal (Komjen) Polisi Budi Gunawan sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), tapi membatalkan.
Dalam sebuah konferensi pers di Kantor PGI, Jalan Salemba Raya No 10, Jakarta Pusat, Sabtu (17/1), sejumlah tokoh agama seperti Syafi'i Ma'arif, KH Salahuddin Wahid, KH Malik Madani, KH Masdar F. Mas'udi, Romo Franz Magnis Suseno, Romo YR. Edy Purwanto, Romo Benny Susetyo, Pdt Andreas A. Yewangoe, Ketum PGI Pdt Dr. Henriette T. H. Lebang, Pdt Gomar Gultom, Nyoman Udayana, Rumadi Ahmad, dan Pdt Dr. Albertus Patty, menandatangani kesepakatan penolakan Komjen Polisi Budi Gunawan sebagai Kapolri.
Mereka mengatakan penunjukan Budi Gunawan oleh Presiden Jokowi untuk menggantikan Jenderal Polisi Sutarman sebagai Kapolri telah menimbulkan kegaduhan sosial politik. Namun mereka menyesalkan sikap DPR yang menyetujui Budi Gunawan sebagai Kapolri, meskipun sudah mengetahui bahwa yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Oleh karena itu, para tokoh lintas agama, meminta Presiden Jokowi membatalkan rencana pelantikan mantan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Bali tersebut.
Meski begitu, mereka menyadari, apa yang dihadapi Presiden Jokowi saat ini bukanlah persoalan mudah. Dalam hal ini, komitmen Jokowi sebagai seorang negarawan yang menjaga marwah bangsa diuji, demi memelihara harapan publik akan perbaikan kini dan masa yang akan datang.
Para tokoh lintas agama pun menyerukan empat hal. Pertama, menghargai jiwa kenegarawanan Presiden Jokowi yang menunda pelantikan Kapolri. Namun, itu belum cukup, Presiden Jokowi dituntut membatalkan pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri.
Kedua, meminta Presiden Jokowi tidak merekrut orang-orang bermasalah untuk mengisi jabatan-jabatan publik. Ketiga, mendukung upaya KPK untuk segera menindaklanjuti kasus Budi Gunawan. Selain itu, kami mendesak KPK segera menuntaskan kasus-kasus hukum sejumlah orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka, kemudian memproses pejabat publik yang diindikasikan terlibat kasus korupsi.
Terakhir, meminta DPR dalam melaksanakan tugasnya senantiasa mendengarkan suara rakyat. Dalam kasus pengangkatan Kapolri, DPR dinilai tidak mendengarkan suara rakyat, tapi lebih mementingkan kepentingan politik sesaat.
Editor : Bayu Probo
OpenAI Luncurkan Model Terbaru o3
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM- Dalam rangkaian pengumuman 12 hari OpenAI, perusahaan teknologi kecerdasan...