Tokoh Muda Papua: Saatnya Konflik Suku Dihentikan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Tokoh Muda Amungme, Papua, Hans Magal, mengatakan sekian puluh tahun konfik kekerasan di tanah Papua yang terjadi pada generasi lalu oleh PT Freeport sudah cukup.
“Bagi generasi muda, patriot rakyat, patriot bangsa mari bergandeng tangan supaya di hadapan kita tidak terjadi kecolongan yang ketiga kali. Masa depan Papua di tangan kita,” kata Hans Magal di Kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, hari Jumat (13/11).
“Kita menjadi solid, orang Amungme ikatkan diri, Kamoro ikatkan diri, dan suku-suku kerabat lain rakyat Papua menjadi united supaya kita disegani, dihormati dan di hargai karena memiliki modal tanah. Kalau tanpa tanah mereka tidak akan menggarap tambang mas,"dia menambahkan.
Hans Magal melanjutkan, perjuangan suku Amungme, Kamoro dan suku-suku kerabat lain di pegunungan Memangkawi terus berjalan selama belum terbebas dari penindasan dan ketidakadilan karena kehadiran PT Freeport.
“Hampir 50 tahun menciptakan konflik bekepanjangan di daerah Timiki, Mimika, Papua hingga menyingkirkan dan memusnahkan mereka (rakyat Papua, red) dari kehidupan di tanah sendiri,” kata dia.
Oleh karena itu, kata Hans, kemakmuran dan kemajuan yang dijanjikan oleh PT Freeport saat memangkas bukit, gunung yang hijau serta merobohkan salju abadi menjadi penantian yang justru berujung pada rusaknya nilai-nilai peradaban masyarakat Amungme dan suku-suku lainnya.
“PT Freeport masuk lebih jauh ke wilayah-wilayah tanah adat, yang merusak peta tanah adat yang ada,” kata dia.
“Saya merasa, sebagai anak Papua, konflik orang-orang Amungme dan suku-suku lainya saatnya dihentikan. Sudah cukup mereka menjadi korban dari rekayasa dan skenario dan penambangan Freeport. Sudah saatnya sendi-sendi persaudaraan, solidaritas dan peradaban antarsuku segera dibangun kembali,” dia menambahkan.
Dalam pandangan lain, kata Hans, kehadiran perusahaan PT Freeport Indonesia berpengaruh nyata dan permanen serta mengkontruksi pandangan dan nilai-nilai baru dalam kehidupan Amungme.
“Gejala nyata adalah mulai bermunculan pengakuan atas batas kepemilikan hak ulayat marga lain dan adanya pengakuan sesat sebagai kepala perang, keturunan para pendahulu yang berjasa dalam penandatanganan January Agreement, dan berbagai pengakuan yang kesemuanya dialamatkan kepada pihak PT Freeport Indonesia. Pengakuan tersebut atas justru berbanding terbalik, yang sesungguhnya terjadi di Amungme,” kata dia.
Pengakuan tersebut, kata Hans, ditunjukan kepada orang luar, dalam hal ini perusahan yang notabene tidak mengetahui subtansi kehidupan adat dan segala isi aset adat Amungme yang mendiami sekitar Memangkawi.
Editor : Eben E. Siadari
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...